Jika Ustadz Jadi Wasit
November 24th, 2011 by Roni
Nuryusmansyah
Di suatu pagi, di hari raya pekanan
umat Muslim, yaitu hari jum’at, saya dan teman-teman saya berkumpul di sebuah
lapangan besar di belakang kampus. Tidak lain dan tidak bukan, kami berkumpul
untuk bertanding sepak bola melawan kelas I’dad Lughawy A (program persiapan
bahasa prakuliah). Liga kampus tahun ini baru bergulir kemarin pagi. Seperti
biasa, saya ditunjuk oleh Heru Fransisco, penyerang handal asal Padang, untuk
menjadi goalkeeper alias penjaga gawang. Sang wasit, Muhajir Ali, yang
ditemani dua hakim garis memberi isyarat tanda kick off dimulai.
Akhirnya, pertandingan 2×30 menit itu pun dimulai..
Di sela-sela pertandingan, beberapa
teman kami yang sedang menunggu giliran tampil sedang mengobrol di kiri gawang.
Aku pun ikut nimbrung tanpa basa-basi. Pembicaraannya unik, kami membayangkan
bagaimana jika seorang faqih jadi wasit. Tidak hanya itu, dia menerapkan
pengetahuan fiqihnya dalam peraturan sepak bola. Sehingga akan banyak diskusi
dan perdebatan antar pemain maupun wasit dalam berbagai masalah di dalam
pertandingan tersebut.
Obrolan ringan yang dipimpin
Hidayatullah, teman sesama wong kito, dan Irfan Hariyanto, orang Jambi
yang merantau ke Jawa tersebut memberikan saya sedikit inspirasi untuk membuat
artikel ini. Namun saya tidak akan memaparkan perdebatan panjang yang dibahas
ulama fiqih seperti apakah lutut laki-laki adalah aurat, dan permasalahan
polemik lainnya. Saya hanya akan sedikit menyinggung pelanggaran-pelanggaran
syar’i yang banyak terjadi dalam sebuah pertandingan sepak bola dengan permisalan-permisalan
berupa dialog antar wasit dan selainnya.
***
Jika ustadz jadi wasit, maka sebelum pertandingan, sang ustadz memberikan kultum (kuliah terserah antum, bukan kuliah tujuh menit) di hadapan para pemain dan para suporter kedua kesebelasan,
Wasit : “Saudara, semoga Allah senantiasa menjaga kalian. Izinkan sejenak saya sebagai wasit memberikan sedikit wejangan kepada kalian. Dekatkanlah selalu diri kalian kepada Allah Yang Maha Tinggi. Jagalah lisan kalian dari saling mencela, suporter mencela suporter, suporter mencela pemain, pemain mencela pemain, pemain mencela wasit. Karena siapa yang mampu menjaga lisannya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjamin surga baginya. Subhanallah! Bukankah surga adalah cita-cita kita bersama?”
*Para pemain dan para penonton mengangguk takzim.
Jika ustadz jadi wasit, maka sebelum pertandingan, sang ustadz memberikan kultum (kuliah terserah antum, bukan kuliah tujuh menit) di hadapan para pemain dan para suporter kedua kesebelasan,
Wasit : “Saudara, semoga Allah senantiasa menjaga kalian. Izinkan sejenak saya sebagai wasit memberikan sedikit wejangan kepada kalian. Dekatkanlah selalu diri kalian kepada Allah Yang Maha Tinggi. Jagalah lisan kalian dari saling mencela, suporter mencela suporter, suporter mencela pemain, pemain mencela pemain, pemain mencela wasit. Karena siapa yang mampu menjaga lisannya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjamin surga baginya. Subhanallah! Bukankah surga adalah cita-cita kita bersama?”
*Para pemain dan para penonton mengangguk takzim.
Jika ustadz jadi wasit, maka ketika seseorang hendak menyogoknya,
Wasit : “Bertakwalah engkau, wahai hamba Allah! Tidakkah engkau tahu bahwa Rasulullah melaknat orang yang menyuap dan disuap?!”
Fulan : “Bukankah ini suatu perbuatan tolong menolong?”
Wasit : “Dengarkan! Allah Ta’ala telah berfirman yang artinya, “Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” [QS. Al-Maidah: 2]
Wasit : “Bertakwalah engkau, wahai hamba Allah! Tidakkah engkau tahu bahwa Rasulullah melaknat orang yang menyuap dan disuap?!”
Fulan : “Bukankah ini suatu perbuatan tolong menolong?”
Wasit : “Dengarkan! Allah Ta’ala telah berfirman yang artinya, “Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” [QS. Al-Maidah: 2]
Jika ustadz jadi wasit, maka ketika seorang pemain marah-marah karena gagal
mencetak gol,
Wasit : “Janganlah engkau marah karena marah adalah batu berapi yang dilemparkan setan ke dalam hati manusia. Orang yang kuat bukanlah dia yang mampu mengalahkan musuh. Namun orang yang kuat adalah dia yang mampu menahan marah ketika dia bisa melampiaskannya. Jika engkau marah, maka berta’awwudz-lah (mengucapkan: ‘Audzubillahi minasy syaithanir rajiim). Dan jika suatu hal yang tidak engkau sukai menimpamu, maka katakanlah, “Qoddarullahu wama sya-a fa-’al (artinya: Allah sudah mentakdirkan segala sesuatu dan Dia berbuat menurut apa yang Dia kehendaki).”
Pemain : “A’udzubillahi minasy syaithanir rajiim (artinya: Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk).Terima kasih, wasit. Sekarang hatiku lebih tenang dan siap untuk mencetak gol!”
Wasit : “Janganlah engkau marah karena marah adalah batu berapi yang dilemparkan setan ke dalam hati manusia. Orang yang kuat bukanlah dia yang mampu mengalahkan musuh. Namun orang yang kuat adalah dia yang mampu menahan marah ketika dia bisa melampiaskannya. Jika engkau marah, maka berta’awwudz-lah (mengucapkan: ‘Audzubillahi minasy syaithanir rajiim). Dan jika suatu hal yang tidak engkau sukai menimpamu, maka katakanlah, “Qoddarullahu wama sya-a fa-’al (artinya: Allah sudah mentakdirkan segala sesuatu dan Dia berbuat menurut apa yang Dia kehendaki).”
Pemain : “A’udzubillahi minasy syaithanir rajiim (artinya: Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk).Terima kasih, wasit. Sekarang hatiku lebih tenang dan siap untuk mencetak gol!”
Jika ustadz jadi wasit, maka ketika seorang pemain hendak minum,
Wasit : “Sebutlah nama Allah untuk meminta keberkahan kepada-Nya. Minumlah dengan tangan kanan karena setan minum dengan tangan kiri. Janganlah boros, karena orang yang boros adalah saudara setan. Hendaklah kamu minum dalam keadaan duduk dan pujilah Allah atas nikmat yang telah Dia berikan untukmu.”
Pemain : “Bismillah. Gluk..gluk.. Alhamdulillah. Thanks, sit. Sekarang dahaga gue udah hilang.Gue akan bermain lebih semangat lagi.”
Wasit : “Sebutlah nama Allah untuk meminta keberkahan kepada-Nya. Minumlah dengan tangan kanan karena setan minum dengan tangan kiri. Janganlah boros, karena orang yang boros adalah saudara setan. Hendaklah kamu minum dalam keadaan duduk dan pujilah Allah atas nikmat yang telah Dia berikan untukmu.”
Pemain : “Bismillah. Gluk..gluk.. Alhamdulillah. Thanks, sit. Sekarang dahaga gue udah hilang.Gue akan bermain lebih semangat lagi.”
Jika ustadz jadi wasit, maka ketika dua orang pemain bersitegang dan terlibat adu
mulut,
Wasit : “Tenang, tenang. Janganlah berkelahi. Bukankah mukmin itu bersaudara? Sudah selayaknya bagi seorang muslim jika melakukan suatu kesalahan kepada saudaranya untuk meminta maaf. Dan hendaknya seorang muslim memaafkan kesalahan saudaranya.”
Pemain A : “Maafkan saya, kawan. Saya tadi tidak sengaja menyikutmu.”
Pemain B : “Ia, maafkan saya juga. Saya terbawa emosi sehingga saya menghardikmu.”
*Bejabat tangan lalu berpelukan
Wasit : “Indah, bukan? Jika suatu ikatan dilandasi syari’at Islam yang begitu mulia.”
Wasit : “Tenang, tenang. Janganlah berkelahi. Bukankah mukmin itu bersaudara? Sudah selayaknya bagi seorang muslim jika melakukan suatu kesalahan kepada saudaranya untuk meminta maaf. Dan hendaknya seorang muslim memaafkan kesalahan saudaranya.”
Pemain A : “Maafkan saya, kawan. Saya tadi tidak sengaja menyikutmu.”
Pemain B : “Ia, maafkan saya juga. Saya terbawa emosi sehingga saya menghardikmu.”
*Bejabat tangan lalu berpelukan
Wasit : “Indah, bukan? Jika suatu ikatan dilandasi syari’at Islam yang begitu mulia.”
Jika ustadz jadi wasit, maka ketika seorang pemain ketahuan melakukan diving
dengan sengaja,
Wasit : “Saudara, janganlah Anda berpura-pura terjatuh untuk mendapatkan keuntungan bagi tim Anda dan merugikan tim lawan. Hal itu tidak lain adalah dusta dan itu tercela. Bermainlah secara sportif, karena itu lebih dekat kepada takwa. Kejujuran adalah jalan menuju surga sedangkan dusta adalah jalan menuju neraka.”
Pemain : “Maafkan saya, sit. Saya berjanji tidak akan mengulanginya kembali.”
Wasit : “Saudara, janganlah Anda berpura-pura terjatuh untuk mendapatkan keuntungan bagi tim Anda dan merugikan tim lawan. Hal itu tidak lain adalah dusta dan itu tercela. Bermainlah secara sportif, karena itu lebih dekat kepada takwa. Kejujuran adalah jalan menuju surga sedangkan dusta adalah jalan menuju neraka.”
Pemain : “Maafkan saya, sit. Saya berjanji tidak akan mengulanginya kembali.”
Jika ustadz jadi wasit, maka ketika
pertandingan telah usai,
Priiit, priiit, priiit
*Peluit tanda pertandingan telah berakhir terdengar
Wasit : “Terima kasih kepada kedua tim yang telah menunjukkan performa terbaik sebagai seorang muslim dalam permainannya hari ini. Semoga dengan olahraga ini, fisik kita semua semakin bugar. Sehingga kita semakin kuat menjalankan perintah-perintah Allah. Kepada tim yang kalah, diharapkan pekan depan menyetor 5 buah hapalan hadis dari kitab Bulughul Maram karya Al-Hafizh Ibnu Hajar. Dan agar dosa dan kesalahan yang terjadi di dalam pertemuan kita kali ini dihapuskan oleh Allah, maka hendaknya kita membaca doa Kaffaratul Majlis: Subhaanakallaahumma Wabihamdika Asyhadu allaa Ilaaha illa Anta Astaghfiruka wa Atuubu Ilaika.”
Priiit, priiit, priiit
*Peluit tanda pertandingan telah berakhir terdengar
Wasit : “Terima kasih kepada kedua tim yang telah menunjukkan performa terbaik sebagai seorang muslim dalam permainannya hari ini. Semoga dengan olahraga ini, fisik kita semua semakin bugar. Sehingga kita semakin kuat menjalankan perintah-perintah Allah. Kepada tim yang kalah, diharapkan pekan depan menyetor 5 buah hapalan hadis dari kitab Bulughul Maram karya Al-Hafizh Ibnu Hajar. Dan agar dosa dan kesalahan yang terjadi di dalam pertemuan kita kali ini dihapuskan oleh Allah, maka hendaknya kita membaca doa Kaffaratul Majlis: Subhaanakallaahumma Wabihamdika Asyhadu allaa Ilaaha illa Anta Astaghfiruka wa Atuubu Ilaika.”
28 Dzulhijjah 1432 H / 24 November
2011 M
Sebuah pagi menjelang bermain bola
Di penghujung akhir tahun hijriyah
Sebuah pagi menjelang bermain bola
Di penghujung akhir tahun hijriyah
Penulis : Roni Nuryusmansyah
Artikel : kristalilmu.com
Artikel : kristalilmu.com
0 komentar:
Posting Komentar