SUDAH BENARKAH WAKTU SUBUH KITA?
Beberapa waktu lalu yaitu tepatnya hari Senin, 17 Agustus 2009
diadakan sebuah kajian oleh Syaikh Mamduh Farhan Al-Buhairi di Masjid
Jogokariyan Yogyakarta. Tema yang dibahas cukup hangat untuk di
bicarakan (tapi bukan tentang kemerdekaan RI lho..) yaitu mengenai
kontroversi waktu sholat subuh di negri kaum muslimin, termasuk
Indonesia.
Cukup mengaggetkan memang, kenapa? Karena ternyata sholat Subuh kita
selama ini terancam tidak sah dikarenakan waktunya yang tidak pas /
tidak sesuai dengan waktu yang di tetapkan oleh syariat. Dalam hal ini
berdasarkan dari hasil survey dilapangan dengan jadwal sholat abadi
ternyata lebih cepat 20 menit..
20 Menit…!!! Padahal, Allah Berfirman:
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa`: 103)
Hal inilah yang sekarang menjadi masalah dan dilematis, terutama bagi
kita yang hidup ditengah masyarakat yang awam akan ilmu agama. Sangat
susah untuk langsung menerapkan ilmu yang baru didapatkan ini ke
masyarakat. Makanya kami merasa perlu untuk menyampaikan setidaknya
berusaha sesuai dengan kemampuan melalui tulisan ini kepada para pembaca
sekalian. Harapanya kita bisa saling sharing dan tukar informasi dengan
masalah baru ini. Karena hal ini merupakan masalah serius kaum muslimin
yang harus segera diselesaikan. Semoga artikel ini bisa bermanfaat
sehingga dapat disebarkan dan didakwahkan kepada seluruh kaum muslimin
sebagai bentuk rasa keprihatinan atas kejadian seperti ini. Berikut kami
paparkan penjelasan-penjelasan lebih mendetail mengenai masalah ini.
Sumber yang kami peroleh dari Majalah Qiblati melalui situsnya.
Latar Belakang Kesalahan
Sesungguhnya jadwal waktu shalat yang dipakai sekarang ini hampir di
semua Negara Islam, diambil dari penanggalan Mesir yang dibuat oleh
seorang insinyur Inggris pada saat penjajahan Inggris atas Mesir.
Insinyur ini ingin membuat penanggalan untuk penentuan waktu di Mesir.
Ia bersama beberapa guru besar dari Al-Azhar berkumpul di Padang Sahara
Jizah, kemudian dari tempat itu, juga berdasarkan letak garis bujur dan
garis lintang, berdasarkan perhitungan waktu Greenwich, dibuatlah
penentuan waktu harian, diantaranya adalah waktu shalat.
Orang-orang Mesir sendiri waktu itu mengakui bahwa penentuan waktu
tersebut menyelisihi waktu-waktu shalat yang dipakai pada masa Muhammad
Ali Basya dan Negara Turki Utsmaniyah, yang mengandalkan bayangan
(matahari) dan analoginya serta berdasarkan terbitnya fajar shadiq.
Penanggalan Mesir yang dibuat tersebut tidak dihitung berdasarkan
penentuan waktu shalat yang benar, melainkan berdasarkan perhitungan
garis lintang dan garis bujur yang sekarang ini diberlakukan secara luas
(umum) pada setiap Negara. Sepengetahuan saya, tidak ada satu negara
pun melainkan memakai perhitungan dengan cara ini. Termasuk yang paling
mengherankan adalah negara-negara ini mengakhirkan (menunda) shalat dari
setelah adzan lima menit untuk shalat maghrib hingga dua puluh lima
menit untuk shalat-shalat yang lain. Itu dilakukan agar kesalahan
penentuan waktu bisa sedikit dihindari. Tentu ini tertolak, karena
masuknya waktu berdasarkan perintah syariat adalah adzan, bukan iqamah.
Masuknya waktu adalah syarat sahnya shalat
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa`: 103)
Agar tidak berpanjang lebar, perlu kami jelaskan langsung kapan
sebenarnya mulai dilaksanakan waktu subuh, karena termasuk syarat
terpenting bagi sahnya shalat adalah masuknya waktu. Ibn Abdilbarr
mengatakan, “Shalat tidak sah sebelum waktunya, ini tidak
diperselisihkan di antara ulama.” Dari kitab al-Ijma’ karya Ibn
Abdilbarr -Rahimahullah-, hal. 45.
Makna fajar menurut ahli bahasa dan ulama fikih:
Menurut Ibn Mandzur, al-Fajr adalah, “Cahaya Subuh, yaitu semburat merah di gelapnya malam karena sinar matahari.
Ada dua fajar,
1. Meninggi (mustathil) seperti ekor serigala hitam (sirhan), disebut fajar kadzib
2. Melebar (memanjang, mustathir) disebut fajar shadiq, yaitu menyebar
di ufuk, yang mengharamkan makan dan minum bagi orang yang berpuasa.
Subuh tidak masuk kecuali pada fajar shadiq ini.” Lisanul Arab (5/45)
Dengan demikian, kita mengetahui kata al-Fajr dalam bahasa Arab
dimaksudkan awal terangnya siang hari, dan bahwa fajar itu ada dua, yang
pertama fajar kadzib, dan fajar shadiq, dan bahwa yang berkaitan dengan
hukum syariat seperti menahan diri dari makan dan minum bagi orang yang
puasa, serta awal waktu shalat, serta shalat sunnah Subuh, yaitu fajar
shadiq.
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam,
Yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.”
(QS. Al-Baqarah: 187)
Al-Hakim dan al-Baihaqi meriwayatkan dari Jabir , Rasulullah
-Shalallahu alaihi wasalam- bersabda:“Fajar ada dua, fajar yang seperti
ekor serigala tidak boleh shalat dan tidak mengharamkan makanan. Adapun
fajar yang menyebar di ufuk maka boleh shalat dan tidak boleh makan.”
(Shahihul Jami’ no. 4278)
Syaikh Ibn Utsaimin -Rahimahullah- mengatakan, “Para ulama
menyebutkan bahwa antara fajar kadzib dan fajar shadiq ada tiga
perbedaan:
1. Fajar kadzib mumtad (memanjang) tidak mu’taridh (menghadang);
Mumtad maksudnya memanjang dari timur ke barat. Sedangkan fajar shadiq
melebar dari utara ke selatan.
2. Fajar kadzib masih gelap, artinya cahaya fajar ini sebentar kemudian
gelap lagi. Sedangkan fajar shadiq tidak dalam keadaan gelap, bahkan
semakin lama semakin terang cahayanya (karena merupakan awal siang).
3. Fajar shadiq bersambung dengan ufuk, tidak ada kegelapan antara fajar
ini dengan ufuk. Sedangkan fajar pertama, terputus dari ufuk, ada
kegelapan antara fajar kadzib dan ufuk.
Kerusakan akibat adzan sebelum fajar shadiq
1. Kebanyakan jama’ah, menyegerakan dalam melaksanakan shalat sunnah
fajar, langsung setelah masuk masjid, dengan begitu ia telah shalat
sunnah fajar sebelum waktunya.
2. Bersegera dalam makan sahur, tentu ini menyelisihi sunnah nabi –Shalallahu alaihi wasalam-.
3. Shalatnya orang sakit dan orang tua di rumah-rumah, atau orang yang
begadang semalaman hingga waktu fajar, yang langsung setelah adzan.
4. Shalatnya kaum wanita di rumah-rumah, yang kebanyakan mereka langsung mengerjakan shalat selesai adzan.
5. Manusia yang sedang di stasiun, terminal dan bandara, langsung
melaksanakan shalat setelah adzan. (yang berarti shalat mereka tidak sah
karena dilakukan sebelum waktunya).
Fajar pertama ini (kadzib) tidak berkaitan dengan hukum syariat
apapun, tidak menjadi awal menahan diri dari makan minum ketika puasa,
tidak pula awal masuknya waktu Subuh. Hukum-hukum yang disebutkan ini
berkaitan dengan fajar kedua, yakni fajar shadiq.” Syarhu Al-Mumti’
(2/107-108).
Beberapa ikhwah kita telah membuktikan langsung kelapangan yaitu ke
salah satu pantai di Yogyakarta pada tanggal 20 Agustus 2009. Saat itu
fajar shodig baru mulai muncul pada pukul 04.45 sedangkan adzan di
sebagaian besar Masjid di Yogyakarta ini rata-rata mulai pukul 04.30.
Hal ini merupakan sebuah fakta yang menjadi keprihatinan kita bersama
sebagai umat muslim untuk segera membenahi kekeliruan yang ada.
Demikianlah paparan singkat dari kami. Semoga tulisan ini bermanfaat
buat kita semua kaum muslimin. Terutama bagi mereka kaum muslimin yang
sedang udzur tidak sholat berjamaah dimasjid dan kepada kaum wanita yang
sholat dirumah, setelah membaca artikel ini harap segera memperhatikan
waktu sholat subuhnya.Diharapkan pula kepada seluruh kaum muslimin yang
mempunyai media untuk menyampaikan artikel tentang masalah ini baik
dengan blok, website, facebook, madding masjid, dll.
Sesungguhnya Kami dan (selaku sumber rujukan kami) ketika mengutip
makalah yang sangat serius ini dari Majalah Qiblati semata mengharapkan
wajah Allah, kemudian untuk memberikan pencerahan kepada kaum muslimin
tentang agama dan shalat kaum muslimin, mengingat penting dan seriusnya
masalah sementara orang yang menyadarinya tidak sebanding dengan
besarnya persoalan. Harapannya adalah ketika setiap muslim memahami
masalah ini, kemudian serius mengkaji dan menelaah serta mencoba
memberikan dan mencarikan solusi, sehingga pada akhirnya kita bisa
menjalankan kewajiban shalat Subuh dengan hati tenang, dan lebih dari
itu, sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh syariat. Dengan kata lain
menjadi amalan yang sah dan diterima di sisi Allah.
Kami Ucapkan Jazaakumulllahu Khoiron kepada Syaikh Mamduh Farhan
Al-Buhair dan team majalah Qiblati yang telah merelakan waktu dan
pikirannya untuk menyampaikan masalah penting ini.
KESAKSIAN DAN FATWA PARA ULAMA
Syaikh Muhammad Rasyid Ridha (Mesir, w. 1354 H/ 1935)
Syaikh Muhammad Rasyid Ridha berkata: “Termasuk sikap ghuluw
(berlebihan) kaum khalaf (generasi belakangan) dalam menetapkan
batasan-batasan lahiriyyah tetapi mengabaikan perbaikan batin dengan
iman dan takwa adalah mereka menetapkan awal fajar dan mengikatnya
dengan hitungan detik, serta menambah 20 menit sebelumnya untuk imsak
(bagi yang puasa) demi kehati-hatian, padahal kenyataannya terangnya
putih siang (fajar) tidak nampak pada manusia kecuali kira-kira setelah
20 menit.” (Tafsir al-Manar: 2/184)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah berkata:
بالنسبة لصلاة الفجر المعروف أن التوقيت الذي يعرفه الناس ليس بصحيح،
فالتوقيت مقدم على الوقت بخمس دقائق على أقل تقدير، وبعض الإخوان خرجوا إلى
البر فوجدوا ان الفرق بين التوقيت الذي بأيدي الناس وبين طلوع الفجر نحو
ثلث ساعة، فالمسألة خطيرة جدا، ولهذا لا ينبغي الإنسان في صلاة الفجر أن
يبادر في إقامة الصلاة، وليتأخر نحو ثلث ساعة أو (25) دقيقة حتى يتيقن ان
الفجر قد حضر وقته
“Sehubungan dengan shalat Fajar, (Sebagaimana) yang diketahui bahwa
penentuan waktu yang dikenal manusia sekarang tidaklah benar. Penentuan
waktu tersebut mendahului waktu Fajar yang benar dengan perkiraan
minimal 5 menit sebelum masuk fajar shadiq. Sebagian saudara kami pergi
keluar menuju ke tanah lapang (pedalaman) dan mereka mendapatkan bahwa
selang waktu antara waktu berdasarkan penanggalan yang dikenal manusia
dan terbitnya fajar sekitar sepertiga jam (20 menit). Masalah ini sangat
serius, karena itu tidak seharusnya seseorang bersegera melaksanakan
shalat, dan hendaknya mengakhirkan hingga sepertiga jam (20 menit) atau
25 menit, hingga benar-benar yakin bahwa fajar telah masuk.” (Syarh
Riyadhussalihin, 3/216)
Syaikh juga mengatakan:
“Alamat atau tanda-tanda ini (fajar shadiq) di zaman kita sekarang
menjadi samar, dan manusia lebih mengandalkan penanggalan serta jam,
akan tetapi semua sistem penanggalan ini berbeda. Jika ada dua
penanggalan berbeda, yang keduanya sama-sama dari pakar hisab atau
perhitungan waktu, maka kita memilih yang lebih lambat pada setiap waktu
shalat, karena hukum asalnya adalah belum masuk waktu. Para ulama telah
menyatakan hal ini, sekiranya seseorang berkata kepada dua orang,
“Tolong kalian perhatikan munculnya fajar!” Kemudian salah satunya
berkata, “Telah terbit”, sedangkan yang kedua mengatakan, “Belum
terbit,” maka ia boleh makan dan minum hingga keduanya bersepakat, di
mana orang yang kedua mengatakan, “Benar, Fajar telah terbit.” Maka saya
pribadi akan memilih penanggalan yang lebih lambat.” (Syarhu Al-Mumti’,
2/48)
Beliau juga berkata:
“Sesungguhnya, jika seseorang merasa yakin bahwa fajar belum muncul,
maka haram baginya mengumandangkan adzan, karena masalah waktu ini
sangat serius, sebab seandainya ia adzan sebelum waktunya sekalipun satu
menit, kemudian ada orang yang bertakbir takbiratul ihram sebelum masuk
waktu subuh, maka tidak diragukan lagi orang yang mengumandangkan adzan
telah menipu manusia dan mengharuskan mereka shalat sebelum masuk
waktunya.”
Beliau menambahkan, “Yang harus dilakukan adalah meneliti hal ini,
karena sangat bermasalah, dan yang tampak bagi saya bahwa adzan Subuh
pada setiap waktu sepanjang tahun dilakukan sebelum waktu yang
sebenarnya. Ada pendahuluan sekitar 5 menit sepanjang waktu setahun.”
(Liqa` al-bab al-maftuh, 7/41)
Ini adalah pendapat Syaikh Ibn Utsaimin dalam beberapa acara yang berbeda, yang semuanya menunjukan adanya kesalahan.
Berikutnya mari kita perhatikan apa yang dikatakan oleh Syaikh Al-Albani dalam masalah ini:
“Saya melihat dengan mata kepala sendiri berkali-kali dari rumah saya
di gunung Himlan -sebelah tenggara Amman (Yordania)- hal itu
memungkinkan saya untuk meyakinkan kebenaran yang disebutkan sebagian
orang yang memiliki kecemburuan terhadap agama, untuk meluruskan ibadah
kaum muslimin, bahwa adzan Fajar di sebagian Negara Arab dikumandangkan
sebelum fajar shadiq dengan lama waktu berkisar antara 20-30 menit,
bahkan sebelum muncul fajar kadzib sekalipun. Sering saya dengar iqamah
untuk shalat fajar dari sebagian masjid bersamaan dengan terbitnya fajar
shadiq, artinya mereka talah adzan sebelum itu sekitar setengah jam.
Dengan demikian, berarti mereka telah shalat sunnah fajar sebelum
waktunya, dan bisa jadi mereka menyegerakan melaksanakan kewajiban
(puasa) sebelum waktunya di bulan Ramadhan. Dalam hal ini tentu
mengandung penyempitan bagi manusia dalam hal menyegerakan menahan diri
dari makanan (sahur), serta menyebabkan shalat fajar terancam batal.
Semua itu disebabkan karena mengandalkan penentuan waktu berdasarkan
perhitungan falak (penanggalan) dan berpaling dari penentuan waktu
berdasarkan syariat sbagaimana disebutkan dalam firman Allah
(al-Baqarah: 187). Juga hadits Nabi r:
وكُلُوا واشْرَبُوا حتى يَعْتَرِضَ لكُم الأحْمَرُ
“Makan dan minumlah hingga nampak (menghadang) pada kalian garis merah (sinar merah awal pagi, Astronomical Twilight).”
Ini adalah peringatan, sedangkan peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang mukmin.” (Silsilah al-Shahihah, nomor 2031, 5/52)
Di sini Syaikh Al-Albani juga menegaskan adanya kesalahan, dan bahwa
di bulan Ramadhan hal itu lebih banyak terjadi, sebab orang yang
memperhatikan perbedaan waktu antara adzan fajar di bulan Ramadhan dan
lainnya, ia bisa mengetahui bahwa di bulan Ramadhan bertambah dari 5
hingga 10 menit.
Syaikh Dr. Taqiyyuddin al-Hilali al-Husaini (Maghribi Afrika Utara, w. 1407 H/ 1987 M).
Syaikh Dr. Taqiyyuddin al-Hilali dalam Risalnya yang berjudul al-Fajr
al-Shadiq halaman 5 mengatakan: “Saya dapatkan berdasarkan penelitian,
pembuktian dan pengamatan yang maksimal dan berkali-kali dari
orang-orang yang sehat pandangan matanya, dan saya termasuk didalamnya,
karena saya pada waktu itu melihat sendiri fajar dengan jelas tanpa
kesamaran bahwa waktu Maghribi (Maroko, Afrika Utara) untuk adzan subuh
tidak sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan oleh syariat. Muadzin
menyuarakan adzan sebelum jelasnya kemunculan fajar menurut ukuran
syar’i. Maka adzannya pada waktu itu tidak menghalalkan shalat subuh dan
tidak mengharamkan makan sahur. Maka saya menfatwakan yang demikian dan
mengamalkannya hingga hari ini, tahun 1394 H)
Syaikh Musthafa Al-Adawi Al-Mishri dalam risalahnya yang berjudul
Mawaqitu Al-Falati fi Mawaqiti As-Shalati (hal. 127), mengatakan, “Di
sebagian Negara Arab, bahkan pada sebagian besarnya, adzan fajar
dikumandangkan sebelum fajar kedua terbit, yaitu fajar shadiq. Saya
sendiri telah meneliti munculnya fajar di kampung saya, ternyata benang
putih (Al-Khaitu Al-Abyadh) yakni fajar shadiq muncul setelah
dikumandangkannya adzan berdasarkan waktu yang mengandalkan penanggalan,
dengan jeda waktu sekitar sepertiga jam (20 menit).”
Perlu diketahui, bahwa kesalahan yang terjadi di negara-negara Arab,
itu masih lebih sedikit jika dibandingkan di Indonesia. Dan Saudi Arabia
terbilang paling baik dan paling minim kesalahannya di antara semua
Negara Arab. Karena orang yang shalat di Masjidil Haram atau Masjid
Nabi, ia bisa melihat setelah selesai shalat semburat sinar terang yang
merupakan tanda awal siang, sementara di Indonesia tidak kami temui
(semburat terang itu) kecuali kira-kira setelah lebih 20 menit
berikutnya.
Sekalipun Saudi Arabia merupakan Negara yang paling baik dalam hal
ini, akan tetapi para ulama tetap memberikan perhatian, dan mereka
sangat menganjurkan untuk mengakhirkan waktu adzan. Jika demikian,
bagaimana lagi dengan Indonesia, padahal faktanya seperti yang telah
kita ketahui sebelumnya?
Kalender-kalender Islam.
Sesungguhnya sistem penanggalan di Negara-negara Islam tidaklah
muncul dari orang-orang yang spesialis dalam bidang syariat, tidak pula
di bawah pengawasan instansi agama. Pada sebagian negara kita dapati
bahwa yang bertanggung jawab atas sistem penanggalan adalah departemen
keuangan. Di sebagian negara yang lain penanggungjawabnya departemen
wakaf, dan disebagian lagi di bawah departemen kehakiman. Sebatas yang
saya ketahui tidak ada departemen agama di Negara Islam yang bertanggung
jawab dalam penentuan penanggalan. Sekali lagi ini sebatas yang saya
ketahui!
Sungguh sangat disayangkan, panitia atau kelompok yang menyiapkan
penanggalan di Negara-negara Islam, tidak dilibatkan di dalamnya ulama
syari’ah –sepengetahuan saya– karena ulama syari’ah mampu menentukan
terbitnya fajar shadiq sebagaimana dalam sunnah Nabi r, dan setelah itu
para pakar hisab bisa membangun perhitungan penanggalan berdasarkan
arahan dari ulama syari’ah.
Ini tidak berarti bahwa melihat fajar shadiq merupakan masalah sulit,
akan tetapi hanya dibutuhkan orang yang paham dan mengenalnya.
Penentuan munculnya fajar shadiq adalah masalah mudah, karena bisa
dilihat dengan mata telanjang di tempat manapun. Fajar shadiq tidak
seperti hilal yang tidak bisa dilihat kecuali oleh orang yang bermata
tajam atau dengan alat penginderaan jauh. Bahkan fajar shadiq termasuk
hal yang bisa dilihat oleh semua orang, besar maupun kecil, orang alim
maupun jahil. Ia tidak mengandalkan apapun selain penglihatan mata.
Jalan keluar dan solusi:
1. Kajian terhadap masalah ini dari pihak yang bertanggungjawab,
kemudian melihatnya dengan penuh pertimbangan dan perhatian, sehingga
shalat kaum muslimin tidak masuk dalam katagori batal (tidak sah).
2. Membentuk sebuah kelompok kerja yang terdiri dari ulama dan pakar
astronomi (hisab) untuk meneliti ulang penentuan waktu shalat yang ada
dalam sistem penanggalan.
3. Kami nasehatkan kepada para muadzin untuk mengakhirkan adzan Subuh, begitu pula mengakhirkan iqamah sebisa mungkin.
4. Kami nasehatkan kepada para imam dan muadzin untuk harus mengenal
dan mengetahui fajar shadiq sebagaimana disebutkan dalam sunnah Nabi,
dan jangan sampai mereka menanggung batalnya shalat kaum muslimin.
5. Kami nasehatkan kepada kaum wanita dan orang-orang yang sakit yang
shalat di rumah, agar tidak menjadikan adzan di masjid-masjid
(sekarang) sebagai ukuran masuknya waktu, tetapi hendaknya mengakhirkan
hingga selesainya jamaah di masjid-masjid, kira-kira 25 menit sesudah
adzan.
6. Kami nasehatkan saudara-saudara yang tidak mau ikut shalat
berjamaah di masjid-masjid (sekarang) untuk tetap menetapi jama’ah dan
nasehat dengan penuh adab dan ketenangan, karena dosa akan dipikul
pihak-pihak yang bertanggungjawab, begitu pula pada pundak-pundak
muadzin dan imam di setiap masjid.
Penutup
Sesungguhnya Majalah Qiblati ketika menurunkan makalah yang sangat
serius ini semata mengharapkan wajah Allah, kemudian untuk memberikan
pencerahan kepada kaum muslimin tentang agama dan shalat mereka,
mengingat penting dan seriusnya masalah sementara orang yang
menyadarinya tidak sebanding dengan besarnya persoalan. Harapannya
adalah ketika setiap muslim memahami masalah ini, kemudian serius
mengkaji dan menelaah serta mencoba memberikan dan mencarikan solusi,
sehingga pada akhirnya kita bisa menjalankan kewajiban shalat Subuh
dengan hati tenang, dan lebih dari itu, sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh syariat. Dengan kata lain menjadi amalan yang sah dan
diterima di sisi Allah.
Selanjutnya Majalah Qiblati akan menjalankan perannya, dengan
menyampaikan masalah ini -insyaallah- kepada Departemen Agama Republik
Indonesia, MUI, serta pihak-pihak terkait sebagai pelepasan tanggung
jawab di hadapan Allah nanti.
Perlu diketahui, bahwa jumlah serial makalah dalam hal ini sedianya
lebih dari 3 seri, akan tetapi kami ringkas, agar kita bersegera dapat
ikut andil membantu instansi yang berwenang memberikan solusi. Hal-hal
yang belum kami sebutkan, insya Allah akan kami turunkan dalam
pembahasan khusus ketika menjawab pertanyaan atau tanggapan dari para
pembaca yang mulia, jika ada.
Kami mohon kepada Allah agar memberikan kepada pihak yang berwenang
petunjuk kepada kebaikan kaum muslimin. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa
untuk itu. [*]
(Sumber : Majalah Qiblati Edisi 10 Volume 4)
JAWABAN SYAIKH MAMDUH FARHAN ALBUHAIRI TERKAIT KONTROVERSI WAKTU SUBUH
SOAL : Ada sebagian ahli Falak yang bertanya tentang keahlian syaikh mamduh dalam ilmu falaq.
JAWAB : Siapa yang bertanya dengan pertanyaan seperti ini dengan
maksud bahwa hal itu sebagai syarat untuk diterimanya pernyataan dan
tulisan seseorang dalam tawqit (jadwal) shalat, maka pertanyaan itu
adalah bukti kelemahan ilmunya, karena hal ini berarti bahwa tidak ada
seorangpun bisa sholat fajar di padang pasir, hutan, dan pedalaman
kecuali orang2 ahli falak!? dan seluruh orang arab sejak zaman dulu,
yang memahami bahasa arab (bahasa alquran dan hadits), tidaklah sholat
fajar pada waktunya yang benar, karena mereka bukanlah ahli falak, dan
tidak ditemukan pada diri mereka keahlian dalam bidang ilmu falak?!
Cukuplah pertanyaan ini mengandung kekurangan besar dalam memahami
masalah fajar shadiq, karena mereka jauh dari keahlian syar’i. Bagi
sebagian mereka seakan-akan ilmu syar’i itu tidak memiliki nilai dalam
permasalahan ini? Dan tentu saja, ini merupakan kekurangan dan aib besar
atas mereka. Meskipun kami sangat menghormati saudara2 kami para ahli
astronomi, namun kami meragukan keahlian mayoritas mereka. Mereka telah
gagal, karena tidak mungkin bersepakat atas suatu derajat tertentu yang
bisa mereka amalkan secara bersama2. Pertanyaannya adalah, mengapa
perselisihan terjadi di antara mereka sehingga kita menjadi ragu
terhadap keahlian mayoritas mereka? Jika tidak demikian (artinya mereka
benar dalam penentuan sholat karena dibangun di atas landasan ilmu
falak), maka akal tidak bisa menerima perselisihan mereka dalam memilih
derajat yang masanya terpaut jauh, kemudian mereka berusaha meyakinkan
manusia bahwa masing2 mereka memiliki keahlian?!!
Kami telah menetapkan pada edisi 11
th.IV
(Fajar Shadiq (4) bahwa selisih jauh antara ahli falak dalam penentuan
waktu fajar shadiq mencapai 20 derajat. Tahukah anda apa penyebabnya?
penyebab perselisihan tersebut adalah bahwa mereka berpegang pada teori
ilmiah falakiyyah, tanpa membuktikannya di alam terbuka dan melihat
dengan mata kepala sebagaimana yang disyariatkan oleh alQur’an dan
assunnah dan praktek salaf shalih. Cukuplah bagi kami pengakuan salah
seorang mereka, bahwa menurutnya tidak disyaratkan bagi seorang peneliti
untuk meneliti di alam dan melihat secara langsung. Kemudian,
sesungguhnya fajar shadiq ini pertama kali terikat dengan ilmu syar’i
kemudian yang kedua terkait dengan ilmu falak. kami telah menetapkan
kesalahpahaman ahli falak terhadap nash2 nabawi. Saya kira hal ini tidak
lagi memerlukan bukti, karena perkara ini lebih terkenal daripada api
yang ada di atas (tiang) bendera. Maka di manakah keahlian syar’i yang
seharusnya dituntut pertama kali (sebelum yang lain)?!
SOAL : Terdapat seorang da’i yang berkata, bahwa ada sekelompok
manusia ahli yang melihat fajar shadiq untuk Abdullah bin Ummi Maktum,
dan tidaklah semua sahabat bisa melihat, maka apa tanggapan Anda?
JAWAB : Ini adalah sebuah celaan besar kepada sebagian besar para
sahabat. ini juga sebuah penghinaan terhadap keilmuan mereka. jika para
sahabat yang guru mereka adalah Nabi tidak mengetahui waktu fajar
shadiq, maka siapakah yang mengetahuinya?! Bagaimana orang2 arab badui
yang memahami bahasa arab, mengetahui fajar shadiq sementara para
sahabat tidak mengetahuinya padahal mereka mengambil ilmu langsung dari
Nabi shallallahu alaihi wa sallam?!
maka mudah2an Allah mengampuni orang yang mengaku punya ilmu tersebut
yang secara tidak langsung telah mencela para sahabat, sekalipun saya
berhusnuzhon kepadanya bahwa hal itu keluar darinya tanpa maksud
demikian. sungguh ini musibah besar, jika dikatakan bahwa dia mengetahui
fajar shadiq sementara para sahabat tidak mengetahuinya.
lalu darimana dia membawa keterangan bahwa dulu ada orang2 khusus (yang
ditunjuki) untuk melihat fajar bagi ibnu ummi maktum, dan bukan
keseluruhan atau sembarang sahabat?! yang kami inginkan, mana sumbernya?
sesungguhnya kami, dari mimbar majalah qiblati menuntutnya dan yang
semisalnya untuk menjelaskan fajar shadiq di alam terbuka agar manusia
bisa melihat tingkat kejujuran mereka.
sebagaimana kami bersama sebagian orang yang menuntut adanya koreksi,
kami telah keluar dengan kelompok2 yang berbeda di sebagian wilayah
indonesia, dan kami telah menetapkan fajar shadiq keluar kurang lebih 20
menit setelah adzan, serta kami kuatkan hal itu dengan foto. dari sini
kami meminta pihak lain, apakah mereka para dai atau ahli ilmu falak
untuk mengutus satu tim hingga mereka menetapkan bagi manusia bahwa
keluarnya fajar shadiq telah sesuai dengan jadual waktu adzan yang
berlaku di indonesia, dan menguatkan hal tersebut dengan foto
sebagaimana yang kami lakukan.
jika seseorang dimuliakan Allah dengan ilmu, maka ia akan mengecek
kebenaran satu masalah baru kemudian berbicara, bukan berbicara dulu
tanpa mengecek kebenaran masalah tersebut. kami bersyukur kepada Allah,
mereka telah melibatkan diri dalam permasalahan ini, karena akan
tersingkaplah kebenaran fajar shadiq, cepat atau lambat dengan izin
Allah.
SOAL : Ada ummahat menelepon seorang da’i, dan memberitahukan bahwa
dia telah melihat fajar kadzib, yang kemudian diikuti oleh fajar shadiq
dari lantai atas rumahnya, sebagaimana yang dijelaskan oleh qiblati.
maka dai itupun tidak mempercayainya, dengan dalih bahwa fajar shadiq
itu telah terbit sebelumnya dan tempatnya tidak cocok untuk melihat
fajar shadiq, dan sebelum itu sang dai menyebut bahwa majalah qiblati
adalah orang2 kerdil.
JAWAB : Pertama, aku memohon kepada Allah agar memberikan segenap
taufik kepada wanita tersebut di dunia dan akhirat atas semangatnya
mengikuti sunnah sebagaimana aku juga memohon kepada Allah agar Allah
meninggikan derajatnya, sebagai ganti atas ketidakpercayaan dai tersebut
kepadanya. mudah2an Allah membalasnya dengan segenap kebaikan.
Adapun jawaban dai tersebut -mudah2an Allah memberinya hidayah kepada
alhaq- adalah sebuah jawaban yang dengannya dia ingin mengaburkan
masalah ini atas manusia, serta membela diri dengan kebatilan. jika
tidak, maka kami tuntut dia untuk menjelaskan kepada manusia tentang
fajar shadiq yang telah terbit sebelum itu dengan disertai satu tim yang
terpercaya, karena perkara ini sangat sederhana.
kami ingin, saat masuknya adzan subuh di kotanya, dia mengisyaratkan
tangannya ke ufuk dan mengatakan, “Lihat, inilah fajar shadiq!” pada
saat itu, semua orang akan menjadi yakin siapakah sebenarnya yang berhak
mendapatkan gelar orang2 kerdil, sebuah gelar yang dia berikan kepada
kru majalah qiblati, yang lisan2 kami menghindari seorang manusia, jika
dia bukan seorang dai, maka minimal dia tidak mengatakan perkataan
seperti itu agar manusia tidak berkata bahwa keluarganya tidak baik
dalam mendidiknya. Mudah2an Allah memberinya hidayah kepada alhaq.
SOAL : Salah satu dai menyalahkan majalah qiblati seraya mengatakan:
“Apakah mungkin, penetapan para ulama di dunia semenjak bertahun2 yang
lalu terhadap kebenaran jadwal, dan sesuainya jadwal tersebut dengan
waktu2 sholat, serta kesepakatan yang telah diwarisi dari satu generasi
ke generasi ini bisa dibandingkan dengan majalah qiblati yang bukan
apa2? kemudian dia berdalil dengan firman Allah :”Katakanlah: ‘adakah
sama orang2 yang mengetahui dengan orang2 yang tidak mengetahui?”
(QS.azZumar:9)
JAWAB : aku tidak tahu, apakah anda itu menukil ucapan seorang ustadz
atau ucapan orang awam. karena hal itu tidak akan diucapkan oleh
seorang manusia yang mengetahui abc-nya ilmu. Pada ucapannya bahwa para
ulama sejak masa yang lampau telah menetapkan kebenaran jadwal sholat
ini mengandung kerancuan dan pemalsuan dari sisi bahwa dia ingin
memahamkan kepada manusia bahwa seluruh ulama telah sepakat atas jadwal
tersebut!
ini sama sekali tidak benar, dan tertolak. kami menuntutnya, dengan
segenap kemudahan untuk menyebut nama seluruh ulama tersebut yang
menetapkan kebenaran jadwal. karena dia tidak akan mungkin melakukannya,
maka orang2 berakal akan menjadi yakin bahwa tidak semua ulama
menetapkannya, seperti yang dia inginkan untuk mengaburkan masalah ini
kepada mereka. hadahullah.
kemudian, hingga sebagian ulama, saat mereka menetapkan jadwal tersebut,
mereka menetapkannya dengan adanya perbedaan masa pada taqwim (jadwal)
itu, maka bagaimana mereka itu adalah sebuah kebenaran yang disepakati?!
apakah masuk akal bahwa para ulama di sebuah negri menetapkan keabsahan
jadwal mereka yang berpegang pada 18 derajat, kemudian kita jadikan
sesuai dengan para ulama di negri lain yang menetapkan keabsahan jadwal
mereka yang berpatokan pada 19 derajat?! jadi saling mewarisi. jika hal
itu terjadi maka itu adalah saling mewarisi sesuatu yang dibangun di
atas kesalahan, dan apa yang dibangun di atas kesalahan adalah sebuah
kebatilan. lalu bagaimana kita jadikan saling waris yang memiliki
perbedaan antara satu kesatuan dan kesepakatan?! kita tidak akan
mengatakan hal itu kecuali kalau kita adalah para pengikut hawa nafsu,
mudah2an Allah melindungi kita dan para pembaca serta kaum muslimin
semua darinya.
dengan qiyas ini, dia telah mendatangkan madharat kepada dakwah dari
arah yang tidak dia ketahui. karena berdasarkan logika seperti ini, akan
menjadikan orang lain mengatakan bahwa tawasul dan isthigotsah (meminta
hajat) kepada orang yang telah mati adalah benar, karena itu diwarisi
dari ulama2 kami, berabad2 sebelum diterbitkannya jadwal, jadi warisan
kami lebih utama untuk dihormati, karena ia lebih tua!?
dengan qiyas tersebut, orang2 syiah rafidhah akan mengatakan bahwa agama
mereka benar, karena mereka warisi dari para ulama kami sejak berabad2
yang lalu, dan warisan ini lebih utama dihormati daripada jadwal sholat
yang belum genap satu abad?!
jadi, warisan itu tidak selamanya menjadi dalil bagi kebenaran. oleh
karena itulah, tidak layak menjadikan warisan itu sebagai dalil, bahkan
dalil itu dari alquran dan sunnah, itulah hujjah dan bukti. sekalipun
demikian kami mengalah, dan menerima warisan tersebut, akan tetapi
dengan syarat, dia tunjukkan kepada kami kemunculan fajar shadiq yang
sesuai dengan adzan indonesia. jika dia bisa, maka silahkan dia sendiri
yang menentukan tempat dan waktu yang tepat.
adapun ucapan bahwa majalah itu bukan apa2, maka ini adalah perkara yang
hanya diketahui oleh Allah taala. saya kira pembaca memiliki akal, dan
memahami bagian kedua dari ayat yang dia gunakan : “Katakanlah: ‘adakah
sama orang2 yang mengetahui dengan orang2 yang tidak mengetahui?” (QS.
azZumar:9).
SOAL : Teman saya tanya kepada seorang utadz yang insya Allah dia
nyunnah, tapi dia bilang mengakhirkan waktu subuh karena menunggu fajar
shodiq adalah bid’ah, alasannya itu karena pergeseran rotasi bumi. Mohon
penjelasan ustadz karena ana sedih dan kecewa dengan jawaban ustadz
yang belum melihat bukti dan dalil, sudah bilang bid’ah.
JAWAB : Wa’alaikumussalam. semoga Allah melimpahkan hidayah kepada
kita semua. ada baiknya jika antum (atau teman antum) tanyakan kepada
beliau, pengaruh rotasi bumi terhadap ufuk dan posisi matahari, seberapa
signifikan, berapa derajat, berapa menit, dst. Mengapa demikian? sebab
upaya koreksi jadual sholat subuh ini juga disuarakan oleh ahli falak
atau pakar astronomi, bukan omong kosong yang hanya bisa ditepis dengan
alasan2, seperti “Ah sudah ada ahlinya kok?” atau “Ngapain repot2 sih?”
atau “Ulama sejak abad 9 sudah menjelaskan hal ini” atau “Dari zaman
Nabi hingga sekarang, sholat subuh ya begini” dan semisalnya. itu semua
tidak mungkin menghasilkan manfaat ilmiah, ketika berhadapan dengan
argumentasi yang didukung oleh fakta dan bukti empiris. Pendek kata,
kesempatan masih ada dan terbuka lebar, pembuktian masih sangat mungkin,
klarifikasi kepada para ahli juga bukan perkara yang mustahil, apalagi
yang tersisa? Hanya kemauan. Ya, siapa yang punya “mau” maka ia akan
mengambil sebab, melakukan ikhtiar kemudian tawakkal. Entah itu dengan
mulai membaca permasalahan dengan seksama dan teliti, atau bertanya,
atau mendengar ceramah, dan masih banyak cara yang lain.
terakhir, kami sangat mengharagai kepedulian saudara kami abu wildan,
tetapi nasehat untuk kami juga untuk anda khususnya, mari kita pahami
masalah berdasarkan bekal dan kemampuan yang kita miliki, kemudian boleh
sharing dan bertukar pikiran dengan yang lain, tetapi tanpa harus
selalu larut dan mengikuti arus tanpa punya pegangan. ketika saya
membaca tentang masalah fajar dan jadual yang ada, kemudian saya sudah
menemukan bukti dan ilmunya, maka setelah itu apapun dan siapapun jika
tidak mampu membuktikan bahwa ilmu yang sudah saya dapatkan ada
kesalahan, maka selama itu pula saya akan memeganginya sebagai prinsip
bagi saya. Barangkali itulah yang harus kita miliki bersama, cari ilmu,
jangan taklid, dan jangan selalu jadi ekor (imma’ah) serta tidak punya
prinsip.
Adapun anggapan mengakhirkan waktu subuh karena menunggu fajar shadiq
adalah bid’ah maka sebaik2 jawaban adalah serial iqamat shalat subuh
menurut para ulama. (kolom khusus pada majalah qiblati mengenai anjuran
ahli ilmu syar’i tentang waktu yang ditetapkan antara adzan ke iqamat
beserta penjelasannya: bin baz menganjurkan lebih 25 menit dari jadwal
ummul Qura, Sholih Fauzan menganjurkan lebih 20-30 menit dari jadual
ummul qura, Salim bin ied alhilali menganjurkan lebih 20 menit dari
jadual jordan, Muhammad bin Musa alu Nashr menganjurkan lebih 24 menit
dari jadual Yordan, Masyhur Hasan Salman menganjurkan lebih 24 menit
dari jadual Jordan, dan akan dimuat lagi pada edisi2 berikutnya dari
pendapat ahli ilmu dunia yang lain).
semoga allah melimpahkan rahmat dan hidayah dan rahmatNya kepada anda, kami, dan saudara2 kaum muslimin semua, amin.
SOAL : Assalamualaikum. Ana mendukung kajian tawashau bil haq. Namun
yang membuat ana prihatin upaya mulia ini disalahpahami sebagai menyebar
keresahan, seperti diucapkan seorang ustadz terkenal di radio, bahkan
dengan mengutip fatwa syaikh Fauzan. mohon klarifikasinya.
JAWAB : Waalaikumussalam. Kami juga ikut mendengarkan ceramah
tersebut melalui bantuan beberapa teman, itu juga yang kami sayangkan.
Percaya atau tidak, hampir semua komentar yang keberatan kemudian
mendatangkan pendapat para ulama untuk membantah tulisan qiblati,
muaranya sama, yaitu berangkat dari salah memahami maksud qiblati.
seakan2 kami membuat waktu tersendiri dan kriteria tersendiri mengenai
fajar shodiq yang sama sekali berbeda dengan seluruh ulama Islam dari
masa ke masa. Padahal yang kami inginkan sangat sederhana, yaitu fajar
shodiq dengan kriteria yang mereka sebutkan dari para ulama. ketika
adzan di tempat kita yang berdasarkan penanggalan berkumandang, apakah
fajar seperti itu sudah benar2 muncul? itu saja. kalau memang sudah
muncul, mengapa harus gundah dan marah2? lalu meracau mengatakan bahwa
ini adalah upaya memecah belah umat, atau tasykik (memunculkan keraguan)
dst.
kalau kami ditanya, mengapa anda menulis masalah seperti ini? maka kami
akan menjawab dengan bukti dan pengamatan, seperti yang kami ulas dalam
majalah. silahkan antum semua mempelajari bukti2 tersebut. sebaliknya
jika ada pihak yang menentang qiblati dan meyakini bahwa jadual sudah
sesuai quran dan sunnah, maka kami minta bukti, mana buktinya?
adapun tentang mengikuti fatwa yang mulia syaikh Fauzan, maka masalahnya
berbeda. penanggalan yang dibela oleh beliau adalah penanggalan yang
sedikit beda dengan yang berlaku di indonesia. apakah bisa nyambung
berargumen seperti itu? apalagi, syaikh fauzan sendiri bangga dan
membanggakan sholat fajar yang ditunda 20-30 menit dari jadual ummul
qura. apalagi yang bisa dijadikan argumen? belum lagi kalau sejak
tanggal 1 muharram 1431 H ini jadual ummul qura untuk fajar shadiq
benar2 akan dimundurkan sampai 4 menit, maka gugurlah pembelaan itu dan
terbuktilah bahwa koreksi itu bermanfaat walaupun harus memerlukan waktu
yang cukup panjang. kemudian mestinya mereka yang berpegang kuat dengan
sikap syaikh fauzan hafizhahullah, harus cermat, minimal mereka juga
ikut mengakhirkan sholat 22-32 menit dari jadual Depag seperti yang
beliau banggakan. semoga Allah mengampuni kami, saudara2 kami, dan kaum
muslimin, serta menunjuki kita semua jalan hidayah, amin.
KOMENTAR SALAH SATU AHLI FALAK INDONESIA : SOFYAN SAID, MANTAN STAF B2TKS-BPPT
Kebanyakan saya lihat jadwal2 shalat di berbagai tempat dibuat dengan
merujuk jadwal sholat kota besar. Memang ada koreksi plus minus untuk
tmpat2 yang jauh dari kota besar. tapi mengandung banyak yang tidak
akurat. mungkin ada baiknya setiap masjid/lokasi yang jaraknya lebih 50
km dari kota besar untuk menghitung sendiri jadwal sholat di tempatnya
dengan menggunakan software gratis dari “islamic finder” (bisa
didownload di internet). ini bisa membantu kaum muslimin yang ada di
pedesaan dan pulau2 terpencil. jadi cukup mengukur koordinat posisi
tempat (masjid), lalu masukkan data tersebut ke dalam software yang
dimaksud di atas.
oleh karena ternyata parameter sudut elevasi matahari saat subuh tidak
tetap sebagaimana yang orang duga selama ini (karena tidak ada keinginan
menelitinya), yakni parameter tersebut variatif (bentuk sinus) selama
setahun, dengan maksimum 15,1 derajat – minimum 14 derajat dan rata2
14,6 derajat. hal ini dipengaruhi oleh perubahan sudut deklinasi
matahari selama kurun waktu setahun. dengan kata lain software yang
gratisan tersebut belum mengadopsi 365 variasi perubahan tersebut. jadi
sebagai jalan keluarnya, tetap kita menggunakan software yang sekarang
dengan menganggap/mengambil nilai rata2nya yaitu 14,6 derajat. maka
tingkat kesalahan waktu subuh dengan menggunakan parameter ini adalah
plus/minus antara 0,6 derajat dan 0,4 derajat atau sebutlah 0,5 derajat.
ini setara dengan plus/minus 2 menit (kecil). dan perlu diketahui rata2
orang adzan memerlukan waktu 3 menit. jadi waktu adzan ini bisa
menutupi kesalahan kalau penetapan subuh 2 menit lebih awal. dan tidak
terlalu fatal apabila penetapan subuh lebih lambat 2 menit.
yang mengherankan kalau kita sudah menggunakan jadwal subuh yang baru
(sesuai dengan kaidah fajar shadiq), maka bersamaan kita sholat, ayam2
peliharaanpun pada berkokok melengking menyongsong fajar shadiq. jadi,
rupanya ayam lebih peka melihat/membaca perubahan cahaya di ufuk timur.
sekian, semoga bermanfaat. wassalam.
JADWAL SHOLAT ALTERNATIF YANG MENGIKUTI FAJAR SHADIQ:
1). Jadwal Sholat yang ditetapkan ISNA (Islamic Society of North America).
2). – Buka
www.Qiblati.com, buka menu pojok fajar di kanan atas, download software jadwal di pojok kanan bawah.
- Buka File, lalu ketik di pojok kiri atas, nama kota/kabupaten yang anda inginkan dan sudut subuh: 15 derajat lalu print out.
- Anda bisa mengisi dengan sudut yang lain untuk perbandingan. di pojok
kiri bawah ada menu markaz yang berisi daftar kota yang telah ditulis
titik koordinatnya.
(Sumber : Majalah Qiblati edisi 02 tahun V, 01-1431 H)