Selasa, 08 Juli 2014

kata-kata cinta romantis , kumpulan kata cinta yang romantis , kalimat cinta romantis

 
kata-kata cinta romantis , kumpulan kata cinta yang romantis , kalimat cinta romantis
Berikut ini adalah kumpulan koleksi kata-kata cinta romantis , kumpulan kata cinta yang romantis , dan kalimat cinta romantis. Kata-kata cinta yang romantis kepada lawan jenis seharusnya hanya diberikan setelah menikah, karena jika sebelum menikah maka akan menjadi pembuka pintu kerusakan dan maksiat. Maka tidak perlu mengumbar kata cinta romantis kepada lawan jenis sebelum akad nikah.
Berbagai kumpulan kata-kata cinta yang romantis bisa dengan mudah dicari di internet, banyak situs yang memuat artikel berisi kumpulan kalimat cinta romantis atau kata-kata cinta yang romantis.
=======
kata-kata cinta romantis , kumpulan kata cinta yang romantis , kalimat cinta romantis
========
#Trik Agar Jomblomu Cepat Usai#
- Ketika kau mengharap seorang kekasih yg hebat, mending hebatkan dulu dirimu. Karena dg itu jarak antara kau dg nya tak terlalu lebar. Dan seringkali, kedekatan dua insan diawali dg kedekatan kualitas diri
mereka.
- Perasaan itu selalu membutuhkan bukti. Berjuta kali bilang cinta tapi tak kunjung menggenapinya dg langkah yg nyata hanya dianggap omong gombal yg tak layak diseriusi. Jika ada yg masih terpesona dg kalimat gombal itu, yakinlah bahwa kualitas orang tersebut setara dg kalimatmu. Jadi jangan terlalu bangga.
- Seringkali penolakan terjadi karena kita memilih seseorang yg beda keyakinan dengan kita. Kita yakin bakal diterima, sementara si dia yakin bakal menolak kita.
- Jika semua ikhtiar sudah dilakukan, yakin deh tak lama lagi kita akan dipertemukan jodoh yg layak untuk kita. Bagaimana jika jodoh masih tak kunjung datang?. Mungkin itu teguran dari Tuhan agar engkau segera ngaca.
*Piss :)
created : Ustadz Ahmad Rifa’i Rif’an
follow tweet na di @ahmadrifairifan
=======
kata-kata cinta romantis , kumpulan kata cinta yang romantis , kalimat cinta romantis
========
~*Inilah ucapan yang menjadi kunci pembuka gembok keharaman :
Fulan : “Saya terima nikahnya Fulanah binti Fulan dengan maskawin. . .dibayar tunai”
Hanya dengan ucapan Ijab Qabul hubungan HARAM menjadi HALAL*~
bukan dengan kata “1 Love you” atau “maukah kamu menjadi pacarku?”
[Filzah Sang Perindu NurNya]
=======
kata-kata cinta romantis , kumpulan kata cinta yang romantis , kalimat cinta romantis
========
Salah satu cara biar kita gak cinta mati sama seseorang… Dan tidak dibutakan oleh nafsu cinta adalah… Ingat !!! Dia belum tentu yang terbaik untuk kita… Gak usah lebay pake ngerasa gak ada yg lebih baik baik dr dia, Allaah Maha Tahu siapa yang paling baik dan paling pantas untuk dipasangkan dengan kita.. Jadi jika Allaah menghendaki kita berpisah dengan orang yang tadinya kita perkirakan bakal menjadi jodoh kita , kita tidak perlu pataha hati dibuatnya.. Apa lagi milih kawin lari dan ninggalin orang tua demi doi… Lebih-lebih sampe gatung diri di pohon mangga,,, yakinlah ada yang lebih baik dari dia buat kita okeh ??? :)
“Ameera”
=======
kata-kata cinta romantis , kumpulan kata cinta yang romantis , kalimat cinta romantis
========
#Nikah Muda#
“Wahai para pemuda! Barang siapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih mudah menundukkan pandangan dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barang siapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa, karena puasa itu dapat membentengi dirinya. (HSR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasaiy, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi).
Pilihannya hanya dua: kalo nggak nikah muda, ya puasa. Yg sudah mampu, nikahlah di usia muda. Yg belum mampu, ya puasalah sampe mampu. Lalu apa parameter mampu dan tak mampu?. Tak ada orang yg lebih tahu selain dirimu masing-masing. Tapi satu yang pasti, betapa indahnya menggenapkan agama di usia muda.
“Barang siapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi. (HR. Thabrani dan Hakim).
Oh ya, bagi temen2 di Jkt, insyaallah Nov kita akan bertemu di kampus Universitas Indonesia, Jkt, dalam kajian Islamic book fair Depok, khusus membahas “Nikah Muda?”. Saya akan membahasnya dg Ustadz Felix Siauw. Moga menginspirasi.
created : Ustadz Ahmad Rifa’i Rif’an
follow tweet na di @ahmadrifairifan
=======
kata-kata cinta romantis , kumpulan kata cinta yang romantis , kalimat cinta romantis
========
Ganti kalimat, “Rasanya aku tak bisa”, dg kalimat, “Aku akan mencobanya”. Ganti kalimat, “Aku menyerah” dg kalimat, “Sekali lagi moga berhasil”. Ganti kalimat, “Ah, itu tidak mungkin”, dg kalimat, “Kalau Tuhan berkehendak, adakah yg tak mungkin di dunia ini?”. Moga dg hal sederhana itu, hari ini kita menikmati hidup lebih bersemangat dan menyenangkan.
Semangat :)
created : Ustadz Ahmad Rifa’i Rif’an
follow tweet na di @ahmadrifairifan

=======
kata-kata cinta romantis , kumpulan kata cinta yang romantis , kalimat cinta romantis
========
Katakan dengan keyakinan (bagi para ikhwan) :
Tak akan kubiarkan wanita yang kucintai bergelimang dalam dosa, bahkan tak akan kubiarkan sedikitpun mahkota kemuliaannya retak hanya karena secuil nafsuku. biarlah kesabaran terasa pahit, ketik
a akan buah itu masak aku akan segera memetiknya agar ia tidak terjatuh dan menjadi busuk ஜ¸.•’´ ¯)
(Annisa Mutiara Hati)
Mengapa tidak Pacaran?? Semoga pernikahan kita diberkahi.. Ridha Allah selalu menyertai, Cinta Allah menjadi yang tertinggi… Murka Allah dapat kita hindari, Semoga Dosa bs kita kurangi, Surgapun dapat kita huni.. Aamiin.
Cinta itu adalah fitrah. Jagalah ia jangan sampah jadi FITNAH. Jangan mentang-mentang cinta itu fitrah, kita jadikan alasan untuk bebas mencintai dan mengemas hubungan dgn pacaran. Bukan dengan alasan itu kemudian berdalih apa yang kita lakukan dalam pacaran adalah sebagai wujud dari sifat fitrah yang kita milikiஜ¸
(Annisa Mutiara Hati)
Banyak perbuatan yang akan mendatangkan dosa bila d’lakukan dalam pacaran, namun manakala perbuataan d’lakukan dalam pernikahan justru malah akan mendatangkan pahala.
Dan Islam telah menjawabnya dengan sebutan solusi, Islam mempermudah jalan pernikahan dan menutup rapat-rapat jalan perzinahan. Maka, bersegeralah menikah dan TINGGALKAN DUNIA PACARAN, karna selain tidak menjanjikan kenikmatan, PACARAN menjanjikan dosa yang berujung pada siksaan d’akhirat-Nya
(Annisa Mutiara Hati)
Jika lelaki yg mencintaimu datang mengajakmu PACARAN, itu artinya lelaki itu belum bisa bertanggung jawab dgn mu karena dia masih kecil
jika lelaki yg mencintaimu datang mengajakmu MENIKAH, itu artinya dia bersedia menjagamu selama hidupnya dan inilah yg disebut lelaki dewasa dan bertanggung jawab :”)
(Annisa Mutiara Hati)
Sebelum Ijab kabul terucap terucap dr lisan, cinta yg kau rasakan adalah sebuah cobaan…
Berlindunglah pada Allah dr CINTA yg MENYESATKAN
(Kartika Cahya Pertiwi)

=======
kata-kata cinta romantis , kumpulan kata cinta yang romantis , kalimat cinta romantis
========
PACARAN ITU HARAM, SANGATLAH JELAS DALILNYA.
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang jelek”. (Q.S. Al Israa’: 32).
Dalam tafsir Kalamul Mannan,Syaikh Abdurrahman Nashir As Sa’di berkata: “Larangan Allah untuk mendekati zina itu lebih tegas dari pada sekedar melarang perbuatannya, karena berarti Allah melarang semua yang menjurus kepada zina dan mengharamkan seluruh faktor-faktor yang mendorong kepadanya.”
Sesuai firman Allah Ta’ala :
“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah,maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al-Maidah: 44)
Dari Jabir Bin Samurah RA, dari Rasulullah SAW: “Janganlah salah seorang dari kalian berdua-duaan dengan wanita, kerana syaitan akan menjadi ketiganya” (Hadith riwayat Ahmad dan Tirmidzi, sahih).
“Katakanlah kepada orang-orang beriman laki-laki hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya, yang demikian itu lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (An-nur: 30).
“Di antara tanda-tanda kiamat ialah ilmu terangkat,kebodohan menjadi dominan, arak menjadi minuman biasa, zina dilakukan terang-terangan,wanita berlipat banyak,dan laki-laki berkurang sehingga lima puluh orang wanita berbanding seorang pria”. (HR. Bukhari)
Oleh:Kurnia Kurnia Yang Penyabar
=======
kata-kata cinta romantis , kumpulan kata cinta yang romantis , kalimat cinta romantis
========
5 Dosa dalam Pacaran
1. Melakukan berbagai hal pendahuluan zina.
Padahal segala perantara menuju zina itu dilarang, baik dengan memandang lawan jenis dengan syahwat (nafsu), meraba atau menyentuh, berdua-duaan, apalagi sampai berciuman meskipun hal-hal tersebut tidak sampai zina. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’: 32).
2. Berduaan dengan lawan jenis.
Ini juga pelanggaran yang tidak bisa dipungkiri. Berduaan bisa jadi berduaan di satu tempat, di kegelapan, atau di tempat sepi, atau boleh jadi berduaan lewat sms-an, telepon atau lebih keren lagi lewat pesan facebook. Banyak kejadian yang berawal dari berdua-duaan seperti ini, di antaranya berhubungan lewat inbox facebook, lalu mengajak ketemuan, lantas ujung-ujungnya terjadilah apa yang terjadi. Berdua-duaan dengan lawan jenis terlarang berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya. (HR. Ahmad no. 15734)
3. Tidak menundukkan pandangan.
Dengan lawan jenis kita diperintahkan untuk menundukkan pandangan dan jelas terlarang jika dengan syahwat (nafsu). Perintah ini dimaksudkan agar lebih menjaga hati dan agar hati tidak tergoda pada zina. Memandang lawan jenis barulah jadi halal jika melalui hubungan pernikahan atau dibolehkan jika wanita yang dipandang masih mahrom kita. Mengenai larangan memandang lawan jenis, disebutkan dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah,
“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim no. 5770).
4. Tidak menjaga aurat.
Ini pun jelas ada dalam pacaran. Karena seringnya berdua-duaan, si pria pun ingin melihat aurat wanita. Si pria ingin melihat indah gemulai rambutnya dan sebagainya yang merupakan aurat. Padahal menutup aurat dengan mengenakan jilbab itu adalah wajib sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59).
Melihat aurat wanita barulah dibolehkan jika memang halal sebagai istri, bukan saat pacaran. Kerabatnya saja yang masih mahrom dibolehkan melihat sebatas anggota tubuh yang nampak ketika berwudhu. Lantas kenapa orang yang jauh sampai dibolehkan melihat kehormatan wanita tersebut padahal akad nikah pun belum ada?
5. Bersentuhan dengan lawan jenis.
Ini pun pelanggaran yang sering dilakukan oleh yang berpacaran. Baik di kesepian maupun tempat umum, seringnya ingin berjalan bergandengan tangan padahal belum halal.
Dari Abdulloh bin ‘Amr, ”Sesungguhnya Rasulullah tidak pernah berjabat tangan dengan wanita ketika berbaiat.” (HR. Ahmad Aryadi Syam)
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya aku tidak pernah menjabat tangan para wanita, hanyalah perkataanku untuk seratus orang wanita seperti perkataanku untuk satu orang wanita.” (HR. Tirmidzi,)
Zina tangan adalah dengan menyentuh lawan jenis yang bukan mahrom sehingga ini menunjukkan haramnya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925)
Ini baru lima pelanggaran yang kami ungkap dari sisi dalil. Namun masih banyak pelanggaran selain itu yang semuanya berujung pada zina. Awal berpacaran saja penuh kekhawatiran karena seringkali melakukan dosa, ujungnya pun penuh penyesalan. Luqman berkata kepada anaknya, “Wahai anakku. Hati-hatilah dengan zina. Di awal zina, selalu penuh rasa khawatir. Ujung-ujungnya akan penuh penyesalan. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10/326)
So … stop pacaran! Tempuh jalan yang halal. Cukup ta’aruf (perkenalan dalam waktu singkat) ketika ingin serius nikah, lantas datang ke rumah ortu untuk lamaran, dan langsungkanlah segera pernikahan, jangan tunda-tunda. Lebih cepat, lebih baik!
Semoga Allah beri taufik pada para remaja sekalian untuk mengenal ajaran Nabinya dan semoga mereka pun semakin bertakwa dan takut akan siksa-Nya. Wallahu waliyyut taufiq.

Sudah Benarkah Waktu Subuh Kita… ??
(SHOLAT SEBELUM MASUK WAKTUNYA BISA TIDAK SAH)

 
 
SUDAH BENARKAH WAKTU SUBUH KITA?
Beberapa waktu lalu yaitu tepatnya hari Senin, 17 Agustus 2009 diadakan sebuah kajian oleh Syaikh Mamduh Farhan Al-Buhairi di Masjid Jogokariyan Yogyakarta. Tema yang dibahas cukup hangat untuk di bicarakan (tapi bukan tentang kemerdekaan RI lho..) yaitu mengenai kontroversi waktu sholat subuh di negri kaum muslimin, termasuk Indonesia.
Cukup mengaggetkan memang, kenapa? Karena ternyata sholat Subuh kita selama ini terancam tidak sah dikarenakan waktunya yang tidak pas / tidak sesuai dengan waktu yang di tetapkan oleh syariat. Dalam hal ini berdasarkan dari hasil survey dilapangan dengan jadwal sholat abadi ternyata lebih cepat 20 menit..
20 Menit…!!! Padahal, Allah Berfirman:
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa`: 103)
Hal inilah yang sekarang menjadi masalah dan dilematis, terutama bagi kita yang hidup ditengah masyarakat yang awam akan ilmu agama. Sangat susah untuk langsung menerapkan ilmu yang baru didapatkan ini ke masyarakat. Makanya kami merasa perlu untuk menyampaikan setidaknya berusaha sesuai dengan kemampuan melalui tulisan ini kepada para pembaca sekalian. Harapanya kita bisa saling sharing dan tukar informasi dengan masalah baru ini. Karena hal ini merupakan masalah serius kaum muslimin yang harus segera diselesaikan. Semoga artikel ini bisa bermanfaat sehingga dapat disebarkan dan didakwahkan kepada seluruh kaum muslimin sebagai bentuk rasa keprihatinan atas kejadian seperti ini. Berikut kami paparkan penjelasan-penjelasan lebih mendetail mengenai masalah ini. Sumber yang kami peroleh dari Majalah Qiblati melalui situsnya.
Latar Belakang Kesalahan
Sesungguhnya jadwal waktu shalat yang dipakai sekarang ini hampir di semua Negara Islam, diambil dari penanggalan Mesir yang dibuat oleh seorang insinyur Inggris pada saat penjajahan Inggris atas Mesir. Insinyur ini ingin membuat penanggalan untuk penentuan waktu di Mesir. Ia bersama beberapa guru besar dari Al-Azhar berkumpul di Padang Sahara Jizah, kemudian dari tempat itu, juga berdasarkan letak garis bujur dan garis lintang, berdasarkan perhitungan waktu Greenwich, dibuatlah penentuan waktu harian, diantaranya adalah waktu shalat.
Orang-orang Mesir sendiri waktu itu mengakui bahwa penentuan waktu tersebut menyelisihi waktu-waktu shalat yang dipakai pada masa Muhammad Ali Basya dan Negara Turki Utsmaniyah, yang mengandalkan bayangan (matahari) dan analoginya serta berdasarkan terbitnya fajar shadiq.
Penanggalan Mesir yang dibuat tersebut tidak dihitung berdasarkan penentuan waktu shalat yang benar, melainkan berdasarkan perhitungan garis lintang dan garis bujur yang sekarang ini diberlakukan secara luas (umum) pada setiap Negara. Sepengetahuan saya, tidak ada satu negara pun melainkan memakai perhitungan dengan cara ini. Termasuk yang paling mengherankan adalah negara-negara ini mengakhirkan (menunda) shalat dari setelah adzan lima menit untuk shalat maghrib hingga dua puluh lima menit untuk shalat-shalat yang lain. Itu dilakukan agar kesalahan penentuan waktu bisa sedikit dihindari. Tentu ini tertolak, karena masuknya waktu berdasarkan perintah syariat adalah adzan, bukan iqamah.
Masuknya waktu adalah syarat sahnya shalat
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa`: 103)
Agar tidak berpanjang lebar, perlu kami jelaskan langsung kapan sebenarnya mulai dilaksanakan waktu subuh, karena termasuk syarat terpenting bagi sahnya shalat adalah masuknya waktu. Ibn Abdilbarr mengatakan, “Shalat tidak sah sebelum waktunya, ini tidak diperselisihkan di antara ulama.” Dari kitab al-Ijma’ karya Ibn Abdilbarr -Rahimahullah-, hal. 45.
Makna fajar menurut ahli bahasa dan ulama fikih:
Menurut Ibn Mandzur, al-Fajr adalah, “Cahaya Subuh, yaitu semburat merah di gelapnya malam karena sinar matahari.
Ada dua fajar,
1. Meninggi (mustathil) seperti ekor serigala hitam (sirhan), disebut fajar kadzib
2. Melebar (memanjang, mustathir) disebut fajar shadiq, yaitu menyebar di ufuk, yang mengharamkan makan dan minum bagi orang yang berpuasa. Subuh tidak masuk kecuali pada fajar shadiq ini.” Lisanul Arab (5/45)
Dengan demikian, kita mengetahui kata al-Fajr dalam bahasa Arab dimaksudkan awal terangnya siang hari, dan bahwa fajar itu ada dua, yang pertama fajar kadzib, dan fajar shadiq, dan bahwa yang berkaitan dengan hukum syariat seperti menahan diri dari makan dan minum bagi orang yang puasa, serta awal waktu shalat, serta shalat sunnah Subuh, yaitu fajar shadiq.
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al-Baqarah: 187)
Al-Hakim dan al-Baihaqi meriwayatkan dari Jabir , Rasulullah -Shalallahu alaihi wasalam- bersabda:“Fajar ada dua, fajar yang seperti ekor serigala tidak boleh shalat dan tidak mengharamkan makanan. Adapun fajar yang menyebar di ufuk maka boleh shalat dan tidak boleh makan.” (Shahihul Jami’ no. 4278)
Syaikh Ibn Utsaimin -Rahimahullah- mengatakan, “Para ulama menyebutkan bahwa antara fajar kadzib dan fajar shadiq ada tiga perbedaan:
1. Fajar kadzib mumtad (memanjang) tidak mu’taridh (menghadang); Mumtad maksudnya memanjang dari timur ke barat. Sedangkan fajar shadiq melebar dari utara ke selatan.
2. Fajar kadzib masih gelap, artinya cahaya fajar ini sebentar kemudian gelap lagi. Sedangkan fajar shadiq tidak dalam keadaan gelap, bahkan semakin lama semakin terang cahayanya (karena merupakan awal siang).
3. Fajar shadiq bersambung dengan ufuk, tidak ada kegelapan antara fajar ini dengan ufuk. Sedangkan fajar pertama, terputus dari ufuk, ada kegelapan antara fajar kadzib dan ufuk.
Kerusakan akibat adzan sebelum fajar shadiq
1. Kebanyakan jama’ah, menyegerakan dalam melaksanakan shalat sunnah fajar, langsung setelah masuk masjid, dengan begitu ia telah shalat sunnah fajar sebelum waktunya.
2. Bersegera dalam makan sahur, tentu ini menyelisihi sunnah nabi –Shalallahu alaihi wasalam-.
3. Shalatnya orang sakit dan orang tua di rumah-rumah, atau orang yang begadang semalaman hingga waktu fajar, yang langsung setelah adzan.
4. Shalatnya kaum wanita di rumah-rumah, yang kebanyakan mereka langsung mengerjakan shalat selesai adzan.
5. Manusia yang sedang di stasiun, terminal dan bandara, langsung melaksanakan shalat setelah adzan. (yang berarti shalat mereka tidak sah karena dilakukan sebelum waktunya).
Fajar pertama ini (kadzib) tidak berkaitan dengan hukum syariat apapun, tidak menjadi awal menahan diri dari makan minum ketika puasa, tidak pula awal masuknya waktu Subuh. Hukum-hukum yang disebutkan ini berkaitan dengan fajar kedua, yakni fajar shadiq.” Syarhu Al-Mumti’ (2/107-108).
Beberapa ikhwah kita telah membuktikan langsung kelapangan yaitu ke salah satu pantai di Yogyakarta pada tanggal 20 Agustus 2009. Saat itu fajar shodig baru mulai muncul pada pukul 04.45 sedangkan adzan di sebagaian besar Masjid di Yogyakarta ini rata-rata mulai pukul 04.30. Hal ini merupakan sebuah fakta yang menjadi keprihatinan kita bersama sebagai umat muslim untuk segera membenahi kekeliruan yang ada.
Demikianlah paparan singkat dari kami. Semoga tulisan ini bermanfaat buat kita semua kaum muslimin. Terutama bagi mereka kaum muslimin yang sedang udzur tidak sholat berjamaah dimasjid dan kepada kaum wanita yang sholat dirumah, setelah membaca artikel ini harap segera memperhatikan waktu sholat subuhnya.Diharapkan pula kepada seluruh kaum muslimin yang mempunyai media untuk menyampaikan artikel tentang masalah ini baik dengan blok, website, facebook, madding masjid, dll.
Sesungguhnya Kami dan (selaku sumber rujukan kami) ketika mengutip makalah yang sangat serius ini dari Majalah Qiblati semata mengharapkan wajah Allah, kemudian untuk memberikan pencerahan kepada kaum muslimin tentang agama dan shalat kaum muslimin, mengingat penting dan seriusnya masalah sementara orang yang menyadarinya tidak sebanding dengan besarnya persoalan. Harapannya adalah ketika setiap muslim memahami masalah ini, kemudian serius mengkaji dan menelaah serta mencoba memberikan dan mencarikan solusi, sehingga pada akhirnya kita bisa menjalankan kewajiban shalat Subuh dengan hati tenang, dan lebih dari itu, sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh syariat. Dengan kata lain menjadi amalan yang sah dan diterima di sisi Allah.
Kami Ucapkan Jazaakumulllahu Khoiron kepada Syaikh Mamduh Farhan Al-Buhair dan team majalah Qiblati yang telah merelakan waktu dan pikirannya untuk menyampaikan masalah penting ini.

KESAKSIAN DAN FATWA PARA ULAMA
Syaikh Muhammad Rasyid Ridha (Mesir, w. 1354 H/ 1935)
Syaikh Muhammad Rasyid Ridha berkata: “Termasuk sikap ghuluw (berlebihan) kaum khalaf (generasi belakangan) dalam menetapkan batasan-batasan lahiriyyah tetapi mengabaikan perbaikan batin dengan iman dan takwa adalah mereka menetapkan awal fajar dan mengikatnya dengan hitungan detik, serta menambah 20 menit sebelumnya untuk imsak (bagi yang puasa) demi kehati-hatian, padahal kenyataannya terangnya putih siang (fajar) tidak nampak pada manusia kecuali kira-kira setelah 20 menit.” (Tafsir al-Manar: 2/184)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah berkata:
بالنسبة لصلاة الفجر المعروف أن التوقيت الذي يعرفه الناس ليس بصحيح، فالتوقيت مقدم على الوقت بخمس دقائق على أقل تقدير، وبعض الإخوان خرجوا إلى البر فوجدوا ان الفرق بين التوقيت الذي بأيدي الناس وبين طلوع الفجر نحو ثلث ساعة، فالمسألة خطيرة جدا، ولهذا لا ينبغي الإنسان في صلاة الفجر أن يبادر في إقامة الصلاة، وليتأخر نحو ثلث ساعة أو (25) دقيقة حتى يتيقن ان الفجر قد حضر وقته
“Sehubungan dengan shalat Fajar, (Sebagaimana) yang diketahui bahwa penentuan waktu yang dikenal manusia sekarang tidaklah benar. Penentuan waktu tersebut mendahului waktu Fajar yang benar dengan perkiraan minimal 5 menit sebelum masuk fajar shadiq. Sebagian saudara kami pergi keluar menuju ke tanah lapang (pedalaman) dan mereka mendapatkan bahwa selang waktu antara waktu berdasarkan penanggalan yang dikenal manusia dan terbitnya fajar sekitar sepertiga jam (20 menit). Masalah ini sangat serius, karena itu tidak seharusnya seseorang bersegera melaksanakan shalat, dan hendaknya mengakhirkan hingga sepertiga jam (20 menit) atau 25 menit, hingga benar-benar yakin bahwa fajar telah masuk.” (Syarh Riyadhussalihin, 3/216)
Syaikh juga mengatakan:
“Alamat atau tanda-tanda ini (fajar shadiq) di zaman kita sekarang menjadi samar, dan manusia lebih mengandalkan penanggalan serta jam, akan tetapi semua sistem penanggalan ini berbeda. Jika ada dua penanggalan berbeda, yang keduanya sama-sama dari pakar hisab atau perhitungan waktu, maka kita memilih yang lebih lambat pada setiap waktu shalat, karena hukum asalnya adalah belum masuk waktu. Para ulama telah menyatakan hal ini, sekiranya seseorang berkata kepada dua orang, “Tolong kalian perhatikan munculnya fajar!” Kemudian salah satunya berkata, “Telah terbit”, sedangkan yang kedua mengatakan, “Belum terbit,” maka ia boleh makan dan minum hingga keduanya bersepakat, di mana orang yang kedua mengatakan, “Benar, Fajar telah terbit.” Maka saya pribadi akan memilih penanggalan yang lebih lambat.” (Syarhu Al-Mumti’, 2/48)
Beliau juga berkata:
“Sesungguhnya, jika seseorang merasa yakin bahwa fajar belum muncul, maka haram baginya mengumandangkan adzan, karena masalah waktu ini sangat serius, sebab seandainya ia adzan sebelum waktunya sekalipun satu menit, kemudian ada orang yang bertakbir takbiratul ihram sebelum masuk waktu subuh, maka tidak diragukan lagi orang yang mengumandangkan adzan telah menipu manusia dan mengharuskan mereka shalat sebelum masuk waktunya.”
Beliau menambahkan, “Yang harus dilakukan adalah meneliti hal ini, karena sangat bermasalah, dan yang tampak bagi saya bahwa adzan Subuh pada setiap waktu sepanjang tahun dilakukan sebelum waktu yang sebenarnya. Ada pendahuluan sekitar 5 menit sepanjang waktu setahun.” (Liqa` al-bab al-maftuh, 7/41)
Ini adalah pendapat Syaikh Ibn Utsaimin dalam beberapa acara yang berbeda, yang semuanya menunjukan adanya kesalahan.
Berikutnya mari kita perhatikan apa yang dikatakan oleh Syaikh Al-Albani dalam masalah ini:
“Saya melihat dengan mata kepala sendiri berkali-kali dari rumah saya di gunung Himlan -sebelah tenggara Amman (Yordania)- hal itu memungkinkan saya untuk meyakinkan kebenaran yang disebutkan sebagian orang yang memiliki kecemburuan terhadap agama, untuk meluruskan ibadah kaum muslimin, bahwa adzan Fajar di sebagian Negara Arab dikumandangkan sebelum fajar shadiq dengan lama waktu berkisar antara 20-30 menit, bahkan sebelum muncul fajar kadzib sekalipun. Sering saya dengar iqamah untuk shalat fajar dari sebagian masjid bersamaan dengan terbitnya fajar shadiq, artinya mereka talah adzan sebelum itu sekitar setengah jam. Dengan demikian, berarti mereka telah shalat sunnah fajar sebelum waktunya, dan bisa jadi mereka menyegerakan melaksanakan kewajiban (puasa) sebelum waktunya di bulan Ramadhan. Dalam hal ini tentu mengandung penyempitan bagi manusia dalam hal menyegerakan menahan diri dari makanan (sahur), serta menyebabkan shalat fajar terancam batal. Semua itu disebabkan karena mengandalkan penentuan waktu berdasarkan perhitungan falak (penanggalan) dan berpaling dari penentuan waktu berdasarkan syariat sbagaimana disebutkan dalam firman Allah (al-Baqarah: 187). Juga hadits Nabi r:
وكُلُوا واشْرَبُوا حتى يَعْتَرِضَ لكُم الأحْمَرُ
“Makan dan minumlah hingga nampak (menghadang) pada kalian garis merah (sinar merah awal pagi, Astronomical Twilight).”
Ini adalah peringatan, sedangkan peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang mukmin.” (Silsilah al-Shahihah, nomor 2031, 5/52)
Di sini Syaikh Al-Albani juga menegaskan adanya kesalahan, dan bahwa di bulan Ramadhan hal itu lebih banyak terjadi, sebab orang yang memperhatikan perbedaan waktu antara adzan fajar di bulan Ramadhan dan lainnya, ia bisa mengetahui bahwa di bulan Ramadhan bertambah dari 5 hingga 10 menit.
Syaikh Dr. Taqiyyuddin al-Hilali al-Husaini (Maghribi Afrika Utara, w. 1407 H/ 1987 M).
Syaikh Dr. Taqiyyuddin al-Hilali dalam Risalnya yang berjudul al-Fajr al-Shadiq halaman 5 mengatakan: “Saya dapatkan berdasarkan penelitian, pembuktian dan pengamatan yang maksimal dan berkali-kali dari orang-orang yang sehat pandangan matanya, dan saya termasuk didalamnya, karena saya pada waktu itu melihat sendiri fajar dengan jelas tanpa kesamaran bahwa waktu Maghribi (Maroko, Afrika Utara) untuk adzan subuh tidak sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan oleh syariat. Muadzin menyuarakan adzan sebelum jelasnya kemunculan fajar menurut ukuran syar’i. Maka adzannya pada waktu itu tidak menghalalkan shalat subuh dan tidak mengharamkan makan sahur. Maka saya menfatwakan yang demikian dan mengamalkannya hingga hari ini, tahun 1394 H)
Syaikh Musthafa Al-Adawi Al-Mishri dalam risalahnya yang berjudul Mawaqitu Al-Falati fi Mawaqiti As-Shalati (hal. 127), mengatakan, “Di sebagian Negara Arab, bahkan pada sebagian besarnya, adzan fajar dikumandangkan sebelum fajar kedua terbit, yaitu fajar shadiq. Saya sendiri telah meneliti munculnya fajar di kampung saya, ternyata benang putih (Al-Khaitu Al-Abyadh) yakni fajar shadiq muncul setelah dikumandangkannya adzan berdasarkan waktu yang mengandalkan penanggalan, dengan jeda waktu sekitar sepertiga jam (20 menit).”
Perlu diketahui, bahwa kesalahan yang terjadi di negara-negara Arab, itu masih lebih sedikit jika dibandingkan di Indonesia. Dan Saudi Arabia terbilang paling baik dan paling minim kesalahannya di antara semua Negara Arab. Karena orang yang shalat di Masjidil Haram atau Masjid Nabi, ia bisa melihat setelah selesai shalat semburat sinar terang yang merupakan tanda awal siang, sementara di Indonesia tidak kami temui (semburat terang itu) kecuali kira-kira setelah lebih 20 menit berikutnya.
Sekalipun Saudi Arabia merupakan Negara yang paling baik dalam hal ini, akan tetapi para ulama tetap memberikan perhatian, dan mereka sangat menganjurkan untuk mengakhirkan waktu adzan. Jika demikian, bagaimana lagi dengan Indonesia, padahal faktanya seperti yang telah kita ketahui sebelumnya?
Kalender-kalender Islam.
Sesungguhnya sistem penanggalan di Negara-negara Islam tidaklah muncul dari orang-orang yang spesialis dalam bidang syariat, tidak pula di bawah pengawasan instansi agama. Pada sebagian negara kita dapati bahwa yang bertanggung jawab atas sistem penanggalan adalah departemen keuangan. Di sebagian negara yang lain penanggungjawabnya departemen wakaf, dan disebagian lagi di bawah departemen kehakiman. Sebatas yang saya ketahui tidak ada departemen agama di Negara Islam yang bertanggung jawab dalam penentuan penanggalan. Sekali lagi ini sebatas yang saya ketahui!
Sungguh sangat disayangkan, panitia atau kelompok yang menyiapkan penanggalan di Negara-negara Islam, tidak dilibatkan di dalamnya ulama syari’ah –sepengetahuan saya– karena ulama syari’ah mampu menentukan terbitnya fajar shadiq sebagaimana dalam sunnah Nabi r, dan setelah itu para pakar hisab bisa membangun perhitungan penanggalan berdasarkan arahan dari ulama syari’ah.
Ini tidak berarti bahwa melihat fajar shadiq merupakan masalah sulit, akan tetapi hanya dibutuhkan orang yang paham dan mengenalnya. Penentuan munculnya fajar shadiq adalah masalah mudah, karena bisa dilihat dengan mata telanjang di tempat manapun. Fajar shadiq tidak seperti hilal yang tidak bisa dilihat kecuali oleh orang yang bermata tajam atau dengan alat penginderaan jauh. Bahkan fajar shadiq termasuk hal yang bisa dilihat oleh semua orang, besar maupun kecil, orang alim maupun jahil. Ia tidak mengandalkan apapun selain penglihatan mata.
Jalan keluar dan solusi:
1. Kajian terhadap masalah ini dari pihak yang bertanggungjawab, kemudian melihatnya dengan penuh pertimbangan dan perhatian, sehingga shalat kaum muslimin tidak masuk dalam katagori batal (tidak sah).
2. Membentuk sebuah kelompok kerja yang terdiri dari ulama dan pakar astronomi (hisab) untuk meneliti ulang penentuan waktu shalat yang ada dalam sistem penanggalan.
3. Kami nasehatkan kepada para muadzin untuk mengakhirkan adzan Subuh, begitu pula mengakhirkan iqamah sebisa mungkin.
4. Kami nasehatkan kepada para imam dan muadzin untuk harus mengenal dan mengetahui fajar shadiq sebagaimana disebutkan dalam sunnah Nabi, dan jangan sampai mereka menanggung batalnya shalat kaum muslimin.
5. Kami nasehatkan kepada kaum wanita dan orang-orang yang sakit yang shalat di rumah, agar tidak menjadikan adzan di masjid-masjid (sekarang) sebagai ukuran masuknya waktu, tetapi hendaknya mengakhirkan hingga selesainya jamaah di masjid-masjid, kira-kira 25 menit sesudah adzan.
6. Kami nasehatkan saudara-saudara yang tidak mau ikut shalat berjamaah di masjid-masjid (sekarang) untuk tetap menetapi jama’ah dan nasehat dengan penuh adab dan ketenangan, karena dosa akan dipikul pihak-pihak yang bertanggungjawab, begitu pula pada pundak-pundak muadzin dan imam di setiap masjid.
Penutup
Sesungguhnya Majalah Qiblati ketika menurunkan makalah yang sangat serius ini semata mengharapkan wajah Allah, kemudian untuk memberikan pencerahan kepada kaum muslimin tentang agama dan shalat mereka, mengingat penting dan seriusnya masalah sementara orang yang menyadarinya tidak sebanding dengan besarnya persoalan. Harapannya adalah ketika setiap muslim memahami masalah ini, kemudian serius mengkaji dan menelaah serta mencoba memberikan dan mencarikan solusi, sehingga pada akhirnya kita bisa menjalankan kewajiban shalat Subuh dengan hati tenang, dan lebih dari itu, sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh syariat. Dengan kata lain menjadi amalan yang sah dan diterima di sisi Allah.
Selanjutnya Majalah Qiblati akan menjalankan perannya, dengan menyampaikan masalah ini -insyaallah- kepada Departemen Agama Republik Indonesia, MUI, serta pihak-pihak terkait sebagai pelepasan tanggung jawab di hadapan Allah nanti.
Perlu diketahui, bahwa jumlah serial makalah dalam hal ini sedianya lebih dari 3 seri, akan tetapi kami ringkas, agar kita bersegera dapat ikut andil membantu instansi yang berwenang memberikan solusi. Hal-hal yang belum kami sebutkan, insya Allah akan kami turunkan dalam pembahasan khusus ketika menjawab pertanyaan atau tanggapan dari para pembaca yang mulia, jika ada.
Kami mohon kepada Allah agar memberikan kepada pihak yang berwenang petunjuk kepada kebaikan kaum muslimin. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa untuk itu. [*]
(Sumber : Majalah Qiblati Edisi 10 Volume 4)
JAWABAN SYAIKH MAMDUH FARHAN ALBUHAIRI TERKAIT KONTROVERSI WAKTU SUBUH
SOAL : Ada sebagian ahli Falak yang bertanya tentang keahlian syaikh mamduh dalam ilmu falaq.
JAWAB : Siapa yang bertanya dengan pertanyaan seperti ini dengan maksud bahwa hal itu sebagai syarat untuk diterimanya pernyataan dan tulisan seseorang dalam tawqit (jadwal) shalat, maka pertanyaan itu adalah bukti kelemahan ilmunya, karena hal ini berarti bahwa tidak ada seorangpun bisa sholat fajar di padang pasir, hutan, dan pedalaman kecuali orang2 ahli falak!? dan seluruh orang arab sejak zaman dulu, yang memahami bahasa arab (bahasa alquran dan hadits), tidaklah sholat fajar pada waktunya yang benar, karena mereka bukanlah ahli falak, dan tidak ditemukan pada diri mereka keahlian dalam bidang ilmu falak?!
Cukuplah pertanyaan ini mengandung kekurangan besar dalam memahami masalah fajar shadiq, karena mereka jauh dari keahlian syar’i. Bagi sebagian mereka seakan-akan ilmu syar’i itu tidak memiliki nilai dalam permasalahan ini? Dan tentu saja, ini merupakan kekurangan dan aib besar atas mereka. Meskipun kami sangat menghormati saudara2 kami para ahli astronomi, namun kami meragukan keahlian mayoritas mereka. Mereka telah gagal, karena tidak mungkin bersepakat atas suatu derajat tertentu yang bisa mereka amalkan secara bersama2. Pertanyaannya adalah, mengapa perselisihan terjadi di antara mereka sehingga kita menjadi ragu terhadap keahlian mayoritas mereka? Jika tidak demikian (artinya mereka benar dalam penentuan sholat karena dibangun di atas landasan ilmu falak), maka akal tidak bisa menerima perselisihan mereka dalam memilih derajat yang masanya terpaut jauh, kemudian mereka berusaha meyakinkan manusia bahwa masing2 mereka memiliki keahlian?!!
Kami telah menetapkan pada edisi 11 th.IV (Fajar Shadiq (4) bahwa selisih jauh antara ahli falak dalam penentuan waktu fajar shadiq mencapai 20 derajat. Tahukah anda apa penyebabnya? penyebab perselisihan tersebut adalah bahwa mereka berpegang pada teori ilmiah falakiyyah, tanpa membuktikannya di alam terbuka dan melihat dengan mata kepala sebagaimana yang disyariatkan oleh alQur’an dan assunnah dan praktek salaf shalih. Cukuplah bagi kami pengakuan salah seorang mereka, bahwa menurutnya tidak disyaratkan bagi seorang peneliti untuk meneliti di alam dan melihat secara langsung. Kemudian, sesungguhnya fajar shadiq ini pertama kali terikat dengan ilmu syar’i kemudian yang kedua terkait dengan ilmu falak. kami telah menetapkan kesalahpahaman ahli falak terhadap nash2 nabawi. Saya kira hal ini tidak lagi memerlukan bukti, karena perkara ini lebih terkenal daripada api yang ada di atas (tiang) bendera. Maka di manakah keahlian syar’i yang seharusnya dituntut pertama kali (sebelum yang lain)?!
SOAL : Terdapat seorang da’i yang berkata, bahwa ada sekelompok manusia ahli yang melihat fajar shadiq untuk Abdullah bin Ummi Maktum, dan tidaklah semua sahabat bisa melihat, maka apa tanggapan Anda?
JAWAB : Ini adalah sebuah celaan besar kepada sebagian besar para sahabat. ini juga sebuah penghinaan terhadap keilmuan mereka. jika para sahabat yang guru mereka adalah Nabi tidak mengetahui waktu fajar shadiq, maka siapakah yang mengetahuinya?! Bagaimana orang2 arab badui yang memahami bahasa arab, mengetahui fajar shadiq sementara para sahabat tidak mengetahuinya padahal mereka mengambil ilmu langsung dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam?!
maka mudah2an Allah mengampuni orang yang mengaku punya ilmu tersebut yang secara tidak langsung telah mencela para sahabat, sekalipun saya berhusnuzhon kepadanya bahwa hal itu keluar darinya tanpa maksud demikian. sungguh ini musibah besar, jika dikatakan bahwa dia mengetahui fajar shadiq sementara para sahabat tidak mengetahuinya.
lalu darimana dia membawa keterangan bahwa dulu ada orang2 khusus (yang ditunjuki) untuk melihat fajar bagi ibnu ummi maktum, dan bukan keseluruhan atau sembarang sahabat?! yang kami inginkan, mana sumbernya?
sesungguhnya kami, dari mimbar majalah qiblati menuntutnya dan yang semisalnya untuk menjelaskan fajar shadiq di alam terbuka agar manusia bisa melihat tingkat kejujuran mereka.
sebagaimana kami bersama sebagian orang yang menuntut adanya koreksi, kami telah keluar dengan kelompok2 yang berbeda di sebagian wilayah indonesia, dan kami telah menetapkan fajar shadiq keluar kurang lebih 20 menit setelah adzan, serta kami kuatkan hal itu dengan foto. dari sini kami meminta pihak lain, apakah mereka para dai atau ahli ilmu falak untuk mengutus satu tim hingga mereka menetapkan bagi manusia bahwa keluarnya fajar shadiq telah sesuai dengan jadual waktu adzan yang berlaku di indonesia, dan menguatkan hal tersebut dengan foto sebagaimana yang kami lakukan.
jika seseorang dimuliakan Allah dengan ilmu, maka ia akan mengecek kebenaran satu masalah baru kemudian berbicara, bukan berbicara dulu tanpa mengecek kebenaran masalah tersebut. kami bersyukur kepada Allah, mereka telah melibatkan diri dalam permasalahan ini, karena akan tersingkaplah kebenaran fajar shadiq, cepat atau lambat dengan izin Allah.
SOAL : Ada ummahat menelepon seorang da’i, dan memberitahukan bahwa dia telah melihat fajar kadzib, yang kemudian diikuti oleh fajar shadiq dari lantai atas rumahnya, sebagaimana yang dijelaskan oleh qiblati. maka dai itupun tidak mempercayainya, dengan dalih bahwa fajar shadiq itu telah terbit sebelumnya dan tempatnya tidak cocok untuk melihat fajar shadiq, dan sebelum itu sang dai menyebut bahwa majalah qiblati adalah orang2 kerdil.
JAWAB : Pertama, aku memohon kepada Allah agar memberikan segenap taufik kepada wanita tersebut di dunia dan akhirat atas semangatnya mengikuti sunnah sebagaimana aku juga memohon kepada Allah agar Allah meninggikan derajatnya, sebagai ganti atas ketidakpercayaan dai tersebut kepadanya. mudah2an Allah membalasnya dengan segenap kebaikan.
Adapun jawaban dai tersebut -mudah2an Allah memberinya hidayah kepada alhaq- adalah sebuah jawaban yang dengannya dia ingin mengaburkan masalah ini atas manusia, serta membela diri dengan kebatilan. jika tidak, maka kami tuntut dia untuk menjelaskan kepada manusia tentang fajar shadiq yang telah terbit sebelum itu dengan disertai satu tim yang terpercaya, karena perkara ini sangat sederhana.
kami ingin, saat masuknya adzan subuh di kotanya, dia mengisyaratkan tangannya ke ufuk dan mengatakan, “Lihat, inilah fajar shadiq!” pada saat itu, semua orang akan menjadi yakin siapakah sebenarnya yang berhak mendapatkan gelar orang2 kerdil, sebuah gelar yang dia berikan kepada kru majalah qiblati, yang lisan2 kami menghindari seorang manusia, jika dia bukan seorang dai, maka minimal dia tidak mengatakan perkataan seperti itu agar manusia tidak berkata bahwa keluarganya tidak baik dalam mendidiknya. Mudah2an Allah memberinya hidayah kepada alhaq.
SOAL : Salah satu dai menyalahkan majalah qiblati seraya mengatakan: “Apakah mungkin, penetapan para ulama di dunia semenjak bertahun2 yang lalu terhadap kebenaran jadwal, dan sesuainya jadwal tersebut dengan waktu2 sholat, serta kesepakatan yang telah diwarisi dari satu generasi ke generasi ini bisa dibandingkan dengan majalah qiblati yang bukan apa2? kemudian dia berdalil dengan firman Allah :”Katakanlah: ‘adakah sama orang2 yang mengetahui dengan orang2 yang tidak mengetahui?” (QS.azZumar:9)
JAWAB : aku tidak tahu, apakah anda itu menukil ucapan seorang ustadz atau ucapan orang awam. karena hal itu tidak akan diucapkan oleh seorang manusia yang mengetahui abc-nya ilmu. Pada ucapannya bahwa para ulama sejak masa yang lampau telah menetapkan kebenaran jadwal sholat ini mengandung kerancuan dan pemalsuan dari sisi bahwa dia ingin memahamkan kepada manusia bahwa seluruh ulama telah sepakat atas jadwal tersebut!
ini sama sekali tidak benar, dan tertolak. kami menuntutnya, dengan segenap kemudahan untuk menyebut nama seluruh ulama tersebut yang menetapkan kebenaran jadwal. karena dia tidak akan mungkin melakukannya, maka orang2 berakal akan menjadi yakin bahwa tidak semua ulama menetapkannya, seperti yang dia inginkan untuk mengaburkan masalah ini kepada mereka. hadahullah.
kemudian, hingga sebagian ulama, saat mereka menetapkan jadwal tersebut, mereka menetapkannya dengan adanya perbedaan masa pada taqwim (jadwal) itu, maka bagaimana mereka itu adalah sebuah kebenaran yang disepakati?!
apakah masuk akal bahwa para ulama di sebuah negri menetapkan keabsahan jadwal mereka yang berpegang pada 18 derajat, kemudian kita jadikan sesuai dengan para ulama di negri lain yang menetapkan keabsahan jadwal mereka yang berpatokan pada 19 derajat?! jadi saling mewarisi. jika hal itu terjadi maka itu adalah saling mewarisi sesuatu yang dibangun di atas kesalahan, dan apa yang dibangun di atas kesalahan adalah sebuah kebatilan. lalu bagaimana kita jadikan saling waris yang memiliki perbedaan antara satu kesatuan dan kesepakatan?! kita tidak akan mengatakan hal itu kecuali kalau kita adalah para pengikut hawa nafsu, mudah2an Allah melindungi kita dan para pembaca serta kaum muslimin semua darinya.
dengan qiyas ini, dia telah mendatangkan madharat kepada dakwah dari arah yang tidak dia ketahui. karena berdasarkan logika seperti ini, akan menjadikan orang lain mengatakan bahwa tawasul dan isthigotsah (meminta hajat) kepada orang yang telah mati adalah benar, karena itu diwarisi dari ulama2 kami, berabad2 sebelum diterbitkannya jadwal, jadi warisan kami lebih utama untuk dihormati, karena ia lebih tua!?
dengan qiyas tersebut, orang2 syiah rafidhah akan mengatakan bahwa agama mereka benar, karena mereka warisi dari para ulama kami sejak berabad2 yang lalu, dan warisan ini lebih utama dihormati daripada jadwal sholat yang belum genap satu abad?!
jadi, warisan itu tidak selamanya menjadi dalil bagi kebenaran. oleh karena itulah, tidak layak menjadikan warisan itu sebagai dalil, bahkan dalil itu dari alquran dan sunnah, itulah hujjah dan bukti. sekalipun demikian kami mengalah, dan menerima warisan tersebut, akan tetapi dengan syarat, dia tunjukkan kepada kami kemunculan fajar shadiq yang sesuai dengan adzan indonesia. jika dia bisa, maka silahkan dia sendiri yang menentukan tempat dan waktu yang tepat.
adapun ucapan bahwa majalah itu bukan apa2, maka ini adalah perkara yang hanya diketahui oleh Allah taala. saya kira pembaca memiliki akal, dan memahami bagian kedua dari ayat yang dia gunakan : “Katakanlah: ‘adakah sama orang2 yang mengetahui dengan orang2 yang tidak mengetahui?” (QS. azZumar:9).
SOAL : Teman saya tanya kepada seorang utadz yang insya Allah dia nyunnah, tapi dia bilang mengakhirkan waktu subuh karena menunggu fajar shodiq adalah bid’ah, alasannya itu karena pergeseran rotasi bumi. Mohon penjelasan ustadz karena ana sedih dan kecewa dengan jawaban ustadz yang belum melihat bukti dan dalil, sudah bilang bid’ah.
JAWAB : Wa’alaikumussalam. semoga Allah melimpahkan hidayah kepada kita semua. ada baiknya jika antum (atau teman antum) tanyakan kepada beliau, pengaruh rotasi bumi terhadap ufuk dan posisi matahari, seberapa signifikan, berapa derajat, berapa menit, dst. Mengapa demikian? sebab upaya koreksi jadual sholat subuh ini juga disuarakan oleh ahli falak atau pakar astronomi, bukan omong kosong yang hanya bisa ditepis dengan alasan2, seperti “Ah sudah ada ahlinya kok?” atau “Ngapain repot2 sih?” atau “Ulama sejak abad 9 sudah menjelaskan hal ini” atau “Dari zaman Nabi hingga sekarang, sholat subuh ya begini” dan semisalnya. itu semua tidak mungkin menghasilkan manfaat ilmiah, ketika berhadapan dengan argumentasi yang didukung oleh fakta dan bukti empiris. Pendek kata, kesempatan masih ada dan terbuka lebar, pembuktian masih sangat mungkin, klarifikasi kepada para ahli juga bukan perkara yang mustahil, apalagi yang tersisa? Hanya kemauan. Ya, siapa yang punya “mau” maka ia akan mengambil sebab, melakukan ikhtiar kemudian tawakkal. Entah itu dengan mulai membaca permasalahan dengan seksama dan teliti, atau bertanya, atau mendengar ceramah, dan masih banyak cara yang lain.
terakhir, kami sangat mengharagai kepedulian saudara kami abu wildan, tetapi nasehat untuk kami juga untuk anda khususnya, mari kita pahami masalah berdasarkan bekal dan kemampuan yang kita miliki, kemudian boleh sharing dan bertukar pikiran dengan yang lain, tetapi tanpa harus selalu larut dan mengikuti arus tanpa punya pegangan. ketika saya membaca tentang masalah fajar dan jadual yang ada, kemudian saya sudah menemukan bukti dan ilmunya, maka setelah itu apapun dan siapapun jika tidak mampu membuktikan bahwa ilmu yang sudah saya dapatkan ada kesalahan, maka selama itu pula saya akan memeganginya sebagai prinsip bagi saya. Barangkali itulah yang harus kita miliki bersama, cari ilmu, jangan taklid, dan jangan selalu jadi ekor (imma’ah) serta tidak punya prinsip.
Adapun anggapan mengakhirkan waktu subuh karena menunggu fajar shadiq adalah bid’ah maka sebaik2 jawaban adalah serial iqamat shalat subuh menurut para ulama. (kolom khusus pada majalah qiblati mengenai anjuran ahli ilmu syar’i tentang waktu yang ditetapkan antara adzan ke iqamat beserta penjelasannya: bin baz menganjurkan lebih 25 menit dari jadwal ummul Qura, Sholih Fauzan menganjurkan lebih 20-30 menit dari jadual ummul qura, Salim bin ied alhilali menganjurkan lebih 20 menit dari jadual jordan, Muhammad bin Musa alu Nashr menganjurkan lebih 24 menit dari jadual Yordan, Masyhur Hasan Salman menganjurkan lebih 24 menit dari jadual Jordan, dan akan dimuat lagi pada edisi2 berikutnya dari pendapat ahli ilmu dunia yang lain).
semoga allah melimpahkan rahmat dan hidayah dan rahmatNya kepada anda, kami, dan saudara2 kaum muslimin semua, amin.
SOAL : Assalamualaikum. Ana mendukung kajian tawashau bil haq. Namun yang membuat ana prihatin upaya mulia ini disalahpahami sebagai menyebar keresahan, seperti diucapkan seorang ustadz terkenal di radio, bahkan dengan mengutip fatwa syaikh Fauzan. mohon klarifikasinya.
JAWAB : Waalaikumussalam. Kami juga ikut mendengarkan ceramah tersebut melalui bantuan beberapa teman, itu juga yang kami sayangkan. Percaya atau tidak, hampir semua komentar yang keberatan kemudian mendatangkan pendapat para ulama untuk membantah tulisan qiblati, muaranya sama, yaitu berangkat dari salah memahami maksud qiblati. seakan2 kami membuat waktu tersendiri dan kriteria tersendiri mengenai fajar shodiq yang sama sekali berbeda dengan seluruh ulama Islam dari masa ke masa. Padahal yang kami inginkan sangat sederhana, yaitu fajar shodiq dengan kriteria yang mereka sebutkan dari para ulama. ketika adzan di tempat kita yang berdasarkan penanggalan berkumandang, apakah fajar seperti itu sudah benar2 muncul? itu saja. kalau memang sudah muncul, mengapa harus gundah dan marah2? lalu meracau mengatakan bahwa ini adalah upaya memecah belah umat, atau tasykik (memunculkan keraguan) dst.
kalau kami ditanya, mengapa anda menulis masalah seperti ini? maka kami akan menjawab dengan bukti dan pengamatan, seperti yang kami ulas dalam majalah. silahkan antum semua mempelajari bukti2 tersebut. sebaliknya jika ada pihak yang menentang qiblati dan meyakini bahwa jadual sudah sesuai quran dan sunnah, maka kami minta bukti, mana buktinya?
adapun tentang mengikuti fatwa yang mulia syaikh Fauzan, maka masalahnya berbeda. penanggalan yang dibela oleh beliau adalah penanggalan yang sedikit beda dengan yang berlaku di indonesia. apakah bisa nyambung berargumen seperti itu? apalagi, syaikh fauzan sendiri bangga dan membanggakan sholat fajar yang ditunda 20-30 menit dari jadual ummul qura. apalagi yang bisa dijadikan argumen? belum lagi kalau sejak tanggal 1 muharram 1431 H ini jadual ummul qura untuk fajar shadiq benar2 akan dimundurkan sampai 4 menit, maka gugurlah pembelaan itu dan terbuktilah bahwa koreksi itu bermanfaat walaupun harus memerlukan waktu yang cukup panjang. kemudian mestinya mereka yang berpegang kuat dengan sikap syaikh fauzan hafizhahullah, harus cermat, minimal mereka juga ikut mengakhirkan sholat 22-32 menit dari jadual Depag seperti yang beliau banggakan. semoga Allah mengampuni kami, saudara2 kami, dan kaum muslimin, serta menunjuki kita semua jalan hidayah, amin.
KOMENTAR SALAH SATU AHLI FALAK INDONESIA : SOFYAN SAID, MANTAN STAF B2TKS-BPPT
Kebanyakan saya lihat jadwal2 shalat di berbagai tempat dibuat dengan merujuk jadwal sholat kota besar. Memang ada koreksi plus minus untuk tmpat2 yang jauh dari kota besar. tapi mengandung banyak yang tidak akurat. mungkin ada baiknya setiap masjid/lokasi yang jaraknya lebih 50 km dari kota besar untuk menghitung sendiri jadwal sholat di tempatnya dengan menggunakan software gratis dari “islamic finder” (bisa didownload di internet). ini bisa membantu kaum muslimin yang ada di pedesaan dan pulau2 terpencil. jadi cukup mengukur koordinat posisi tempat (masjid), lalu masukkan data tersebut ke dalam software yang dimaksud di atas.
oleh karena ternyata parameter sudut elevasi matahari saat subuh tidak tetap sebagaimana yang orang duga selama ini (karena tidak ada keinginan menelitinya), yakni parameter tersebut variatif (bentuk sinus) selama setahun, dengan maksimum 15,1 derajat – minimum 14 derajat dan rata2 14,6 derajat. hal ini dipengaruhi oleh perubahan sudut deklinasi matahari selama kurun waktu setahun. dengan kata lain software yang gratisan tersebut belum mengadopsi 365 variasi perubahan tersebut. jadi sebagai jalan keluarnya, tetap kita menggunakan software yang sekarang dengan menganggap/mengambil nilai rata2nya yaitu 14,6 derajat. maka tingkat kesalahan waktu subuh dengan menggunakan parameter ini adalah plus/minus antara 0,6 derajat dan 0,4 derajat atau sebutlah 0,5 derajat. ini setara dengan plus/minus 2 menit (kecil). dan perlu diketahui rata2 orang adzan memerlukan waktu 3 menit. jadi waktu adzan ini bisa menutupi kesalahan kalau penetapan subuh 2 menit lebih awal. dan tidak terlalu fatal apabila penetapan subuh lebih lambat 2 menit.
yang mengherankan kalau kita sudah menggunakan jadwal subuh yang baru (sesuai dengan kaidah fajar shadiq), maka bersamaan kita sholat, ayam2 peliharaanpun pada berkokok melengking menyongsong fajar shadiq. jadi, rupanya ayam lebih peka melihat/membaca perubahan cahaya di ufuk timur. sekian, semoga bermanfaat. wassalam.
JADWAL SHOLAT ALTERNATIF YANG MENGIKUTI FAJAR SHADIQ:
1). Jadwal Sholat yang ditetapkan ISNA (Islamic Society of North America).
2). – Buka www.Qiblati.com, buka menu pojok fajar di kanan atas, download software jadwal di pojok kanan bawah.
- Buka File, lalu ketik di pojok kiri atas, nama kota/kabupaten yang anda inginkan dan sudut subuh: 15 derajat lalu print out.
- Anda bisa mengisi dengan sudut yang lain untuk perbandingan. di pojok kiri bawah ada menu markaz yang berisi daftar kota yang telah ditulis titik koordinatnya.
(Sumber : Majalah Qiblati edisi 02 tahun V, 01-1431 H)

Haramnya Musik
Membedah Kontroversi Haramnya Musik

Kontroversi tentang musik seakan tak pernah berakhir. Baik yang pro maupun kontra masing-masing menggunakan dalil. Namun bagaimana para sahabat, tabi’in, dan ulama salaf memandang serta mendudukkan perkara ini? Sudah saatnya kita mengakhiri kontroversi ini dengan merujuk kepada mereka.
Musik dan nyanyian, merupakan suatu media yang dijadikan sebagai alat penghibur oleh hampir setiap kalangan di zaman kita sekarang ini. Hampir tidak kita dapati satu ruang pun yang kosong dari musik dan nyanyian. Baik di rumah, di kantor, di warung dan toko-toko, di bus, angkutan kota ataupun mobil pribadi, di tempat-tempat umum, serta rumah sakit. Bahkan di sebagian tempat yang dikenal sebagai sebaik-baik tempat di muka bumi, yaitu masjid, juga tak luput dari pengaruh musik. Merebaknya musik dan lagu ini disebabkan banyak dari kaum muslimin tidak mengerti dan tidak mengetahui hukumnya dalam pandangan Al-Qur`an dan As-Sunnah. Mereka menganggapnya sebagai sesuatu yang mubah, halal, bahkan menjadi konsumsi setiap kali mereka membutuhkannya. Jika ada yang menasihati mereka dan mengatakan bahwa musik itu hukumnya haram, serta merta diapun dituduh dengan berbagai macam tuduhan: sesat, agama baru, ekstrem, dan segudang tuduhan lainnya.Namun bukan berarti, tatkala seseorang mendapat kecaman dari berbagai pihak karena menyuarakan kebenaran, lantas menjadikan dia bungkam.
Kebenaran harus disuarakan, kebatilan harus ditampakkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:لاَ يَمْنَعَنَّ أَحَدَكُمْ هَيْبَةُ النَّاسِ أَنْ يَقُولَ في حَقٍّ إِذَا رَآهُ أَوْ شَهِدَهُ أَوْ سَمِعَهُ“Janganlah rasa segan salah seorang kalian kepada manusia, menghalanginya untuk mengucapkan kebenaran jika melihatnya, menyaksikannya, atau mendengarnya.” (HR. Ahmad, 3/50, At-Tirmidzi, no. 2191, Ibnu Majah no. 4007. Dishahihkan oleh Al-Albani rahimahullahu dalam Silsilah Ash-Shahihah, 1/322)
Terlebih lagi, jika permasalahan yang sebenarnya dalam timbangan Al-Qur`an dan As-Sunnah adalah perkara yang telah jelas. Hanya saja semakin terkaburkan karena ada orang yang dianggap sebagai tokoh Islam berpendapat bahwa hal itu boleh-boleh saja, serta menganggapnya halal untuk dikonsumsi kaum muslimin. Di antara mereka, adalah Yusuf Al-Qaradhawi dalam kitabnya Al-Halal wal Haram, Muhammad Abu Zahrah, Muhammad Al-Ghazali Al-Mishri, dan yang lainnya dari kalangan rasionalis. Mereka menjadikan kesalahan Ibnu Hazm rahimahullahu sebagai tameng untuk membenarkan penyimpangan tersebut. Oleh karenanya, berikut ini kami akan menjelaskan tentang hukum musik, lagu dan nasyid, berdasarkan Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta perkataan para ulama salaf.
Definisi Musik
Musik dalam bahasa Arab disebut ma’azif, yang berasal dari kata ‘azafa yang berarti berpaling. Kalau dikatakan: Si fulan berazaf dari sesuatu, maknanya adalah berpaling dari sesuatu. Jika dikatakan laki-laki yang ‘azuf dari yang melalaikan, artinya yang berpaling darinya. Bila dikatakan laki-laki yang ‘azuf dari para wanita artinya adalah yang tidak senang kepada mereka. Ma’azif adalah jamak dari mi’zaf (مِعْزَفٌ), dan disebut juga ‘azfun (عَزْفٌ). Mi’zaf adalah sejenis alat musik yang dipakai oleh penduduk Yaman dan selainnya, terbuat dari kayu dan dijadikan sebagai alat musik. Al-‘Azif adalah orang yang bermain dengannya.
Al-Laits rahimahullahu berkata: “Al-ma’azif adalah alat-alat musik yang dipukul.” Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu berkata: “Al-ma’azif adalah alat-alat musik.” Al-Qurthubi rahimahullahu meriwayatkan dari Al-Jauhari bahwa al-ma’azif adalah nyanyian. Yang terdapat dalam Shihah-nya bahwa yang dimaksud adalah alat-alat musik. Ada pula yang mengatakan maknanya adalah suara-suara yang melalaikan. Ad-Dimyathi berkata: “Al-ma’azif adalah genderang dan yang lainnya berupa sesuatu yang dipukul.” (lihat Tahdzib Al-Lughah, 2/86, Mukhtarush Shihah, hal. 181, Fathul Bari, 10/57)
Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullahu berkata: “Al-ma’azif adalah nama bagi setiap alat musik yang dimainkan, seperti seruling, gitar, dan klarinet (sejenis seruling), serta simba.” (Siyar A’lam An-Nubala`, 21/158)Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata bahwa al-ma’azif adalah seluruh jenis alat musik, dan tidak ada perselisihan ahli bahasa dalam hal ini. (Ighatsatul Lahafan, 1/260-261)
Mengenal Macam-Macam Alat Musik
Alat-alat musik banyak macamnya. Namun dapat kita klasifikasi alat-alat tersebut ke dalam empat kelompok:
  • Pertama: Alat-alat musik yang diketuk atau dipukul. Yaitu jenis alat musik yang mengeluarkan suara saat digoncangkan, atau dipukul dengan alat tabuh tertentu, (misal: semacam palu pada gamelan, ed.), tongkat (stik), tangan kosong, atau dengan menggesekkan sebagiannya kepada sebagian lainnya, serta yang lainnya. Alat musik jenis ini memiliki beragam bentuk, di antaranya seperti: gendang, kubah (gendang yang mirip seperti jam pasir), drum, mariba, dan yang lainnya.
  • Kedua: Alat musik yang ditiup. Yaitu alat yang dapat mengeluarkan suara dengan cara ditiup padanya atau pada sebagiannya, baik peniupan tersebut pada lubang, selembar bulu, atau yang lainnya. Termasuk jenis ini adalah alat yang mengeluarkan bunyi yang berirama dengan memainkan jari-jemari pada bagian lubangnya. Jenis ini juga beraneka ragam, di antaranya seperti qanun dan qitsar (sejenis seruling).


  • Ketiga: Alat musik yang dipetik. Yaitu alat musik yang menimbulkan suara dengan adanya gerakan berulang atau bergetar (resonansi), atau yang semisalnya. Lalu mengeluarkan bunyi saat dawai/senar dipetik dengan kekuatan tertentu menggunakan jari-jemari. Terjadi juga perbedaan irama yang muncul tergantung kerasnya petikan, dan cepat atau lambatnya gerakan/getaran yang terjadi. Di antaranya seperti gitar, kecapi, dan yang lainnya.
  • Keempat: Alat musik otomatis. Yaitu alat musik yang mengeluarkan bunyi musik dan irama dari jenis alat elektronik tertentu, baik dengan cara langsung mengeluarkan irama, atau dengan cara merekam dan menyimpannya dalam program yang telah tersedia, dalam bentuk kaset, CD, atau yang semisalnya.
(Lihat risalah Hukmu ‘Azfil Musiqa wa Sama’iha, oleh Dr. Sa’d bin Mathar Al-‘Utaibi)
Dalil-Dalil tentang Haramnya Musik dan Lagu
Dalil dari Al-Qur`an
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan.” (Luqman: 6)
Ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala ini telah ditafsirkan oleh para ulama salaf bahwa yang dimaksud adalah nyanyian dan yang semisalnya. Di antara yang menafsirkan ayat dengan tafsir ini adalah:
Abdullah bin ‘Abbas c, beliau mengatakan tentang ayat ini: “Ayat ini turun berkenaan tentang nyanyian dan yang semisalnya.” (Diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad (no. 1265), Ibnu Abi Syaibah (6/310), Ibnu Jarir dalam tafsirnya (21/40), Ibnu Abid Dunya dalam Dzammul Malahi, Al-Baihaqi (10/221, 223), dan dishahihkan Al-Albani dalam kitabnya Tahrim Alat Ath-Tharb (hal. 142-143)).
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, tatkala beliau ditanya tentang ayat ini, beliau menjawab: “Itu adalah nyanyian, demi Allah yang tiada Ilah yang haq disembah kecuali Dia.” Beliau mengulangi ucapannya tiga kali.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya, Ibnu Abi Syaibah, Al-Hakim (2/411), dan yang lainnya. Al-Hakim mengatakan: “Sanadnya shahih,” dan disetujui Adz-Dzahabi. Juga dishahihkan oleh Al-Albani, lihat kitab Tahrim Alat Ath-Tharb hal. 143)
‘Ikrimah rahimahullahu. Syu’aib bin Yasar berkata: “Aku bertanya kepada ‘Ikrimah tentang makna (lahwul hadits) dalam ayat tersebut. Maka beliau menjawab: ‘Nyanyian’.”
(Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Tarikh-nya (2/2/217), Ibnu Jarir dalam tafsirnya, dan yang lainnya. Dihasankan Al-Albani dalam At-Tahrim hal. 143). Mujahid bin Jabr rahimahullahu. Beliau mengucapkan seperti apa yang dikatakan oleh ‘Ikrimah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no. 1167, 1179, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abid Dunya dari beberapa jalan yang sebagiannya shahih).
Dan dalam riwayat Ibnu Jarir yang lain, dari jalan Ibnu Juraij, dari Mujahid, tatkala beliau menjelaskan makna al-lahwu dalam ayat tersebut, beliau berkata: “Genderang.”
(Al-Albani berkata: Perawi-perawinya tepercaya, maka riwayat ini shahih jika Ibnu Juraij mendengarnya dari Mujahid. Lihat At-Tahrim hal. 144)
Al-Hasan Al-Bashri, beliau mengatakan: “Ayat ini turun berkenaan tentang nyanyian dan seruling.”
As-Suyuthi rahimahullahu menyebutkan atsar ini dalam Ad-Durrul Mantsur (5/159) dan menyandarkannya kepada riwayat Ibnu Abi Hatim. Al-Albani berkata: “Aku belum menemukan sanadnya sehingga aku bisa melihatnya.” (At-Tahrim hal. 144)
Oleh karena itu, berkata
Al-Wahidi dalam tafsirnya Al-Wasith (3/441): “Kebanyakan ahli tafsir menyebutkan bahwa makna lahwul hadits adalah nyanyian.
Ahli ma’ani berkata: ‘Termasuk dalam hal ini adalah semua orang yang memilih hal yang melalaikan, nyanyian, seruling, musik, dan mendahulukannya daripada Al-Qur`an.”
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:أَفَمِنْ هَذَا الْحَدِيثِ تَعْجَبُونَ. وَتَضْحَكُونَ وَلاَ تَبْكُونَﮛ ﮜ ﮝ ﮞ ﮟ ﮠ ﮡ ﮢ ﮣ ﮤ ﮥ ﮦ“Maka apakah kalian merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kalian menertawakan dan tidak menangis? Sedangkan kalian ber-sumud?” (An-Najm: 59-61)
Para ulama menafsirkan “kalian bersumud” maknanya adalah bernyanyi.
Termasuk yang menyebutkan tafsir ini adalah:
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Beliau berkata: “Maknanya adalah nyanyian. Dahulu jika mereka mendengar Al-Qur`an, maka mereka bernyanyi dan bermain-main. Dan ini adalah bahasa penduduk Yaman (dalam riwayat lain: bahasa penduduk Himyar).” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya (27/82), Al-Baihaqi (10/223). Al-Haitsami berkata: “Diriwayatkan oleh Al-Bazzar dan sanadnya shahih.” (Majma’ Az-Zawa`id, 7/116)
‘Ikrimah rahimahullahu. Beliau juga berkata: “Yang dimaksud adalah nyanyian, menurut bahasa Himyar.”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Syaibah, 6/121)
Ada pula yang menafsirkan ayat ini dengan makna berpaling, lalai, dan yang semisalnya.
Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Ini tidaklah bertentangan dengan makna ayat sebagaimana telah disebutkan, bahwa yang dimaksud sumud adalah lalai dan lupa dari sesuatu.
Al-Mubarrid mengatakan: ‘Yaitu tersibukkan dari sesuatu bersama mereka.’
Ibnul ‘Anbar mengatakan: ‘As-Samid artinya orang yang lalai, orang yang lupa, orang yang sombong, dan orang yang berdiri.’
Ibnu ‘Abbas berkata tentang ayat ini: ‘Yaitu kalian menyombongkan diri.’
Adh-Dhahhak berkata: ‘Sombong dan congkak.’
Mujahid berkata: ‘Marah dan berpaling.’
Yang lainnya berkata: ‘Lalai, luput, dan berpaling.’ Maka, nyanyian telah mengumpulkan semua itu dan mengantarkan kepadanya.”
(Ighatsatul Lahafan, 1/258)3.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Iblis:وَاسْتَفْزِزْ مَنِ اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ وَأَجْلِبْ عَلَيْهِمْ بِخَيْلِكَ وَرَجِلِكَ وَشَارِكْهُمْ فِي اْلأَمْوَالِ وَاْلأَولاَدِ وَعِدْهُمْ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلاَّ غُرُورًا
“Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan suaramu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh setan kepada mereka melainkan tipuan belaka.” (Al-Isra`: 64)
Telah diriwayatkan dari sebagian ahli tafsir bahwa yang dimaksud “menghasung siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan suaramu” adalah melalaikan mereka dengan nyanyian. Di antara yang menyebutkan hal tersebut adalah:
Mujahid rahimahullahu. Beliau berkata tentang makna “dengan suaramu”: “Yaitu melalaikannya dengan nyanyian.” (Tafsir Ath-Thabari)
Sebagian ahli tafsir ada yang menafsirkannya dengan makna ajakan untuk bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ibnu Jarir berkata: “Pendapat yang paling benar dalam hal ini adalah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengatakan kepada Iblis: ‘Dan hasunglah dari keturunan Adam siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan suaramu,’ dan Dia tidak mengkhususkan dengan suara tertentu. Sehingga setiap suara yang dapat menjadi pendorong kepadanya, kepada amalannya dan taat kepadanya, serta menyelisihi ajakan kepada ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka termasuk dalam makna suara yang Allah Subhanahu wa Ta’ala maksudkan dalam firman-Nya.” (Tafsir Ath-Thabari)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata tatkala menjelaskan ayat ini: “Sekelompok ulama salaf telah menafsirkannya dengan makna ‘suara nyanyian’. Hal itu mencakup suara nyanyian tersebut dan berbagai jenis suara lainnya yang menghalangi pelakunya untuk menjauh dari jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (Majmu’ Fatawa, 11/641-642)
Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Satu hal yang telah dimaklumi bahwa nyanyian merupakan pendorong terbesar untuk melakukan kemaksiatan.” (Ighatsatul Lahafan, 1/255)
Dalil-dalil dari As-Sunnah.
Hadits Abu ‘Amir atau Abu Malik Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ، وَلَيَنْزِلَنَّ أَقْوَامٌ إِلَى جَنْبِ عَلَمٍ يَرُوحُ عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ لَهُمْ يَأْتِيهِمْ يَعْنِي الْفَقِيرَ لِحَاجَةٍ فَيَقُولُوا: ارْجِعْ إِلَيْنَا غَدًا؛ فَيُبَيِّتُهُمْ اللهُ وَيَضَعُ الْعَلَمَ وَيَمْسَخُ آخَرِينَ قِرَدَةً وَخَنَازِيرَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Akan muncul di kalangan umatku, kaum-kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan alat-alat musik. Dan akan ada kaum yang menuju puncak gunung kembali bersama ternak mereka, lalu ada orang miskin yang datang kepada mereka meminta satu kebutuhan, lalu mereka mengatakan: ‘Kembalilah kepada kami besok.’ Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala membinasakan mereka di malam hari dan menghancurkan bukit tersebut. Dan Allah mengubah yang lainnya menjadi kera-kera dan babi-babi, hingga hari kiamat.” (HR. Al-Bukhari, 10/5590)
Hadits ini adalah hadits yang shahih. Apa yang Al-Bukhari sebutkan dalam sanad hadits tersebut: “Hisyam bin Ammar berkata…” tidaklah memudaratkan kesahihan hadits tersebut. Sebab Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu tidak dikenal sebagai seorang mudallis (yang menggelapkan hadits), sehingga hadits ini dihukumi bersambung sanadnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata: “(Tentang) alat-alat (musik) yang melalaikan, telah shahih apa yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari rahimahullahu dalam Shahih-nya secara ta’liq dengan bentuk pasti (jazm), yang masuk dalam syaratnya.” (Al-Istiqamah, 1/294, Tahrim Alat Ath-Tharb, hal. 39.
Lihat pula pembahasan lengkap tentang sanad hadits ini dalam Silsilah Ash-Shahihah, Al-Albani, 1/91)
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata setelah menyebutkan panjang lebar tentang keshahihan hadits ini dan membantah pendapat yang berusaha melemahkannya: “Maka barangsiapa –setelah penjelasan ini– melemahkan hadits ini, maka dia adalah orang yang sombong dan penentang. Dia termasuk dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
“Tidak masuk ke dalam surga, orang yang dalam hatinya ada kesombongan walaupun seberat semut.” (HR. Muslim) [At-Tahrim, hal. 39]
Makna hadits ini adalah akan muncul dari kalangan umat ini yang menganggap halal hal-hal tersebut, padahal itu adalah perkara yang haram.
Al-‘Allamah ‘Ali Al-Qari berkata: “Maknanya adalah mereka menganggap perkara-perkara ini sebagai sesuatu yang halal dengan mendatangkan berbagai syubhat dan dalil-dalil yang lemah.” (Mirqatul Mafatih, 5/106).
Hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
:صَوْتَانِ مَلْعُونَانِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ: مِزْمَارٌ عِنْدَ نِعْمَةٍ، وَرَنَّةٌ عِنْدَ مُصِيبَةٍ
Dua suara yang terlaknat di dunia dan akhirat: seruling ketika mendapat nikmat, dan suara (jeritan) ketika musibah.” (HR. Al-Bazzar dalam Musnad-nya, 1/377/755, Adh-Dhiya` Al-Maqdisi dalam Al-Mukhtarah, 6/188/2200, dan dishahihkan oleh Al-Albani berdasarkan penguat-penguat yang ada. Lihat Tahrim Alat Ath-Tharb, hal. 52)
Juga dikuatkan dengan riwayat Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma, dari Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّمَا نُهِيْتُ عَنِ النَّوْحِ عَنْ صَوْتَيْنِ أَحْمَقَيْنِ فَاجِرَيْنِ: صَوْتٍ عِنْدَ نَغْمَةِ لَهْوٍ وَلَعِبٍ وَمَزَامِيرِ شَيْطَانٍ، وَصَوْتٍ عِنْدَ مُصِيبَةٍ خَمْشِ وُجُوهٍ وَشَقِّ جُيُوبٍ وَرَنَّةِ شَيْطَانٍ
“Aku hanya dilarang dari meratap, dari dua suara yang bodoh dan fajir: Suara ketika dendangan yang melalaikan dan permainan, seruling-seruling setan, dan suara ketika musibah, mencakar wajah, merobek baju dan suara setan.” (HR. Al-Hakim, 4/40, Al-Baihaqi, 4/69, dan yang lainnya. Juga diriwayatkan At-Tirmidzi secara ringkas, no. 1005)

An-Nawawi
rahimahullahu berkata tentang makna ‘suara setan’: “Yang dimaksud adalah nyanyian dan seruling.” (Tuhfatul Ahwadzi, 4/75)
Hadits Abdullah bin ‘Abbas c, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَيَّ -أَوْ حُرِّمَ الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْكُوبَةُ. قَالَ: وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengharamkan atasku –atau– diharamkan khamr, judi, dan al-kubah. Dan setiap yang memabukkan itu haram.” (HR. Abu Dawud no. 3696, Ahmad, 1/274, Al-Baihaqi, 10/221, Abu Ya’la dalam Musnad-nya no. 2729, dan yang lainnya. Dishahihkan oleh Ahmad Syakir dan Al-Albani, lihat At-Tahrim hal. 56).
Kata al-kubah telah ditafsirkan oleh perawi hadits ini yang bernama ‘Ali bin Badzimah, bahwa yang dimaksud adalah gendang. (lihat riwayat Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, no. 12598)
Hadits Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ حَرَّمَ الْخَمْرَ وَالْمَيْسِرَ وَالْكُوبَةَ وَالْغُبَيْرَاءَ، وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengharamkan khamr, judi, al-kubah (gendang), dan al-ghubaira` (khamr yang terbuat dari bahan jagung), dan setiap yang memabukkan itu haram.” (HR. Abu Dawud no. 3685, Ahmad, 2/158, Al-Baihaqi, 10/221-222, dan yang lainnya. Hadits ini dihasankan Al-Albani dalam Tahrim Alat Ath-Tharb hal. 58)
Atsar dari Ulama Salaf
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:الْغِنَاءُ يُنْبِتُ النِّفَاقَ فِي الْقَلْبِ“Nyanyian itu menimbulkan kemunafikan dalam hati.” (Diriwayatkan Ibnu Abid Dunya dalam Dzammul Malahi, 4/2, Al-Baihaqi dari jalannya, 10/223, dan Syu’abul Iman, 4/5098-5099. Dishahihkan Al-Albani dalam At-Tahrim hal. 10. Diriwayatkan juga secara marfu’, namun sanadnya lemah)
Ishaq bin Thabba` rahimahullahu berkata: Aku bertanya kepada Malik bin Anas rahimahullahu tentang sebagian penduduk Madinah yang membolehkan nyanyian. Maka beliau mejawab: “Sesungguhnya menurut kami, orang-orang yang melakukannya adalah orang yang fasiq.” (Diriwayatkan Abu Bakr Al-Khallal dalam Al-Amru bil Ma’ruf: 32, dan Ibnul Jauzi dalam Talbis Iblis hal. 244, dengan sanad yang shahih)
Beliau juga ditanya: “Orang yang memukul genderang dan berseruling, lalu dia mendengarnya dan merasakan kenikmatan, baik di jalan atau di majelis?”Beliau menjawab: “Hendaklah dia berdiri (meninggalkan majelis) jika ia merasa enak dengannya, kecuali jika ia duduk karena ada satu kebutuhan, atau dia tidak bisa berdiri. Adapun kalau di jalan, maka hendaklah dia mundur atau maju (hingga tidak mendengarnya).” (Al-Jami’, Al-Qairawani, 262).
Al-Imam Al-Auza’i rahimahullahu berkata: ‘Umar bin Abdil ‘Aziz rahimahullahu menulis sebuah surat kepada ‘Umar bin Walid yang isinya: “… Dan engkau yang menyebarkan alat musik dan seruling, (itu) adalah perbuatan bid’ah dalam Islam.” (Diriwayatkan An-Nasa`i, 2/178, Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah, 5/270. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam At-Tahrim hal. 120)
‘Amr bin Syarahil Asy-Sya’bi rahimahullahu berkata: “Sesungguhnya nyanyian itu menimbulkan kemunafikan dalam hati, seperti air yang menumbuhkan tanaman. Dan sesungguhnya berdzikir menumbuhkan iman seperti air yang menumbuhkan tanaman.” (Diriwayatkan Ibnu Nashr dalam Ta’zhim Qadr Ash-Shalah, 2/636. Dihasankan oleh Al-Albani dalam At-Tahrim, hal. 148)
Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abid Dunya (45), dari Al-Qasim bin Salman, dari Asy-Sya’bi, dia berkata: “Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknat biduan dan biduanita.” (Dishahihkan oleh Al-Albani dalam At-Tahrim hal. 13)
Ibrahim bin Al-Mundzir rahimahullahu –seorang tsiqah (tepercaya) yang berasal dari Madinah, salah seorang guru Al-Imam Al-Bukhari t– ditanya: “Apakah engkau membolehkan nyanyian?” Beliau menjawab: “Aku berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak ada yang melakukannya menurut kami kecuali orang-orang fasiq.” (Diriwayatkan Al-Khallal dengan sanad yang shahih, lihat At-Tahrim hal. 100)
Ibnul Jauzi rahimahullahu berkata: “Para tokoh dari murid-murid Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu mengingkari nyanyian. Para pendahulu mereka, tidak diketahui ada perselisihan di antara mereka. Sementara para pembesar orang-orang belakangan, juga mengingkari hal tersebut. Di antara mereka adalah Abuth Thayyib Ath-Thabari, yang memiliki kitab yang dikarang khusus tentang tercela dan terlarangnya nyanyian. Lalu beliau berkata: “Ini adalah ucapan para ulama Syafi’iyyah dan orang yang taat di antara mereka. Sesungguhnya yang memberi keringanan dalam hal tersebut dari mereka adalah orang-orang yang sedikit ilmunya serta didominasi oleh hawa nafsunya.
Para fuqaha dari sahabat kami (para pengikut mazhab Hambali) menyatakan: ‘Tidak diterima persaksian seorang biduan dan para penari.’ Wallahul muwaffiq.” (Talbis Iblis, hal. 283-284)
Ibnu Abdil Barr rahimahullahu berkata: “Termasuk hasil usaha yang disepakati keharamannya adalah riba, upah para pelacur, sogokan (suap), mengambil upah atas meratapi (mayit), nyanyian, perdukunan, mengaku mengetahui perkara gaib dan berita langit, hasil seruling dan segala permainan batil.” (Al-Kafi hal. 191)
Ath-Thabari rahimahullahu berkata: “Telah sepakat para ulama di berbagai negeri tentang dibenci dan terlarangnya nyanyian.” (Tafsir Al-Qurthubi, 14/56)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata: “Mazhab empat imam menyatakan bahwa alat-alat musik semuanya haram.” Lalu beliau menyebutkan hadits riwayat Al-Bukhari rahimahullahu di atas. (Majmu’ Fatawa, 11/576)
Coba tela’ahlah sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam, serang Nabi yang diutus, seorang Rosul yang benar dan dibenarkan; sebagaimana telah dikisahkan oleh Abu ‘Amir al-‘Asy’ary rodhiyallohu anhu, demi Alloh beliau tidak berdusta, bahwa beliau mendengar Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda:

لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِى أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ

“Niscaya kelak akan ada beberapa kaum dari sebagian umatku yang menghalalkan zina, sutra (bagi kaum laki-laki), khomer (miras dengan berbagai jenis dan mereknya), serta alat-alat musik”. HR. Bukhori no: 5268
Perhatikan dan telaah dengan seksama hadits Nabi kita shollallohu alaihi wasallam di atas. Jangan berprasangka apa-apa. Berangkatlah dari hati yang rindu kebenaran yang dibawa oleh Nabi kita. Menjauhlah dari hawa dan tinggalkan nafsu. Lalu dengan hati nurani dan akal pahamilah setiap kata dalam kalimat Nabi kita di atas.
Dengan sejelasnya sabda Nabi kita di atas menunjukkan bahwa sejak dari semula musik hukumnya haram. Dan seandainya kita katakan musik itu halal, maka menurut hadits tersebut di atas berarti kita lah yang terdakwa telah menghalalkannya. Berarti pula benarlah kenabian Nabi kita shollallohu alaihi wasallam dengan bukti adanya kaum dari umat beliau yang menghalalkan musik padahal hukumnya adalah haram.
Hal ini sebab hukum halal dan haram adalah hak Alloh ta’ala, Pembuat syari’at, dan hak Rosululloh, rosul utusan Alloh. Sehingga kalaulah ada umat beliau yang menghalalkan sesuatu yang diharamkan beliau maka tidak akan merubah status hukum haram tersebut menjadi halal. Semoga hal ini bisa dipahami.
Adapun alat musik yang boleh ditabuh saat pesta walimah ialah “duff”, yaitu rebana murni (tanpa kepingan logam atau yang lain).
Berdasarkan sabda Rosululloh shollallohu alaihi wasallam:

فَصْلُ مَا بَيْنَ الْحَلَالِ وَالْحَرَامِ الدُّفُّ وَالصَّوْتُ فِي النِّكَاحِ

“pembeda antara yang halal dan yang haram adalah (tabuhan) duff dan lantunan (syair-syair) saat (pesta) pernikahan” HR. Ahmad, an-Nasa’i, Ibnu Majah dan Tirmidzi, dan dihasankan oleh at-Tirmidzi.
Kebolehan menabuh rebana seperti ini disyaratkan hanya khusus di kalangan kaum wanita, tidak disertai alat musik lainnya, tidak didendangkan lagu dan nyanyian. Boleh pula didendangkan syair-syair penggugah semangat ibadah maupun yang membawa kebaikan lainnya yang didendangkan oleh anak-anak perempuan yang belum baligh, selagi tidak diperdengarkan kepada kaum laki-laki.
Imam asy-Syaukani rohimahulloh mengatakan: ”pada hadits tersebut terdapat dalil bahwasannya boleh ditabuh rebana-rebana dalam pesta pernikahan. Boleh juga didendangkan beberapa kalimat semisal (syair); kami datang kami datang…dst; dan semisalnya selagi bukan lagu-lagu yang membangkitkan kekejian dan kejahatan, yang menyebut-nyebut kecantikan dan keelokan, perbuatan dosa maupun menyemangati untuk meminum khamer. Yang demikian itu hukumnya haram baik pada pesta pernikahan maupun di luar pesta pernikahan, sama halnya haramnya seluruh alat musik yang melenakan.”
(tanya-jawab musik saat walimah – Abu Ammar al-Ghoyami)
Berdasarkan kesaksian dari orang-orang yang telah bertobat dan meninggalkan musik, diperoleh fakta bahwa dalam 3-4 minggu sejak meninggalkan musik :
  • Meningkatnya daya ingat
  • Menjernihkan pandangan dan mempertajam pemikiran
  • Daya analisa jauh meningkat
  • Menghilangkan “Moody”
  • Shalat lebih khusyu dari sebelumnya
Silahkan anda buktikan sendiri !
Masih banyak lagi pernyataan para ulama yang menjelaskan tentang haramnya musik beserta nyanyian.
Semoga apa yang kami sebutkan ini sudah cukup menjelaskan perkara ini.
Wallahu a’lam.

Jagalah Diri dan Keluarga dari Api Neraka


“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahrim: 6)
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang apa/siapa yang di bawah kepemimpinannya. Kepala negara adalah pemimpin. Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya. Seorang istri adalah pemimpin atas rumah suaminya dan anak suaminya. Maka setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya (dimintai pertanggungjawaban) terhadap apa yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari no. 2554 dan Muslim no. 1829)
“Berilah peringatan kepada kerabatmu yang terdekat.” (QS Asy Syu’ara: 214)

Syaikhul Islam Ibnu Tamiyah pernah berkata, “Tidaklah seseorang berharap dan bersandar kepada sesuatu makhluk pun, melainkan makhluk itu akan mengecewakan dan memupuskan harapannya. Namun barangsiapa menyerahkan segenap urusannya kepada Allah niscaya ia akan mendapat apa yang ia cita-citakan.”
Ibnul Qayyim berkata, “Empat hal yang menghambat datangnya rizki adalah [1] tidur di waktu pagi, [2] sedikit sholat, [3] malas-malasan dan [4] berkhianat.”
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Maukah kalian kuberitahukan dosa besar yang terbesar?” Para Sahabat menjawab, “Tentu mau, wahai Rasulullah ” Beliau bersabda, “Berbuat syirik kepada Allah, dan durhaka terhadap orang tua.” ….. (Al-Bukhari dan Muslim)


Jika Ustadz Jadi Wasit



November 24th, 2011 by Roni Nuryusmansyah
Di suatu pagi, di hari raya pekanan umat Muslim, yaitu hari jum’at, saya dan teman-teman saya berkumpul di sebuah lapangan besar di belakang kampus. Tidak lain dan tidak bukan, kami berkumpul untuk bertanding sepak bola melawan kelas I’dad Lughawy A (program persiapan bahasa prakuliah). Liga kampus tahun ini baru bergulir kemarin pagi. Seperti biasa, saya ditunjuk oleh Heru Fransisco, penyerang handal asal Padang, untuk menjadi goalkeeper alias penjaga gawang. Sang wasit, Muhajir Ali, yang ditemani dua hakim garis memberi isyarat tanda kick off dimulai. Akhirnya, pertandingan 2×30 menit itu pun dimulai..
Di sela-sela pertandingan, beberapa teman kami yang sedang menunggu giliran tampil sedang mengobrol di kiri gawang. Aku pun ikut nimbrung tanpa basa-basi. Pembicaraannya unik, kami membayangkan bagaimana jika seorang faqih jadi wasit. Tidak hanya itu, dia menerapkan pengetahuan fiqihnya dalam peraturan sepak bola. Sehingga akan banyak diskusi dan perdebatan antar pemain maupun wasit dalam berbagai masalah di dalam pertandingan tersebut.
Obrolan ringan yang dipimpin Hidayatullah, teman sesama wong kito, dan Irfan Hariyanto, orang Jambi yang merantau ke Jawa tersebut memberikan saya sedikit inspirasi untuk membuat artikel ini. Namun saya tidak akan memaparkan perdebatan panjang yang dibahas ulama fiqih seperti apakah lutut laki-laki adalah aurat, dan permasalahan polemik lainnya. Saya hanya akan sedikit menyinggung pelanggaran-pelanggaran syar’i yang banyak terjadi dalam sebuah pertandingan sepak bola dengan permisalan-permisalan berupa dialog antar wasit dan selainnya.
***
Jika ustadz jadi wasit, maka sebelum pertandingan, sang ustadz memberikan kultum (kuliah terserah antum, bukan kuliah tujuh menit) di hadapan para pemain dan para suporter kedua kesebelasan,
Wasit : “Saudara, semoga Allah senantiasa menjaga kalian. Izinkan sejenak saya sebagai wasit memberikan sedikit wejangan kepada kalian. Dekatkanlah selalu diri kalian kepada Allah Yang Maha Tinggi. Jagalah lisan kalian dari saling mencela, suporter mencela suporter, suporter mencela pemain, pemain mencela pemain, pemain mencela wasit. Karena siapa yang mampu menjaga lisannya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjamin surga baginya. Subhanallah! Bukankah surga adalah cita-cita kita bersama?”
*Para pemain dan para penonton mengangguk takzim.
Jika ustadz jadi wasit, maka ketika seseorang hendak menyogoknya,
Wasit   : “Bertakwalah engkau, wahai hamba Allah! Tidakkah engkau tahu bahwa Rasulullah melaknat orang yang menyuap dan disuap?!
Fulan    : “Bukankah ini suatu perbuatan tolong menolong?”
Wasit    : “Dengarkan! Allah Ta’ala telah berfirman yang artinya, “Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”  [QS. Al-Maidah: 2]
Jika ustadz jadi wasit, maka ketika seorang pemain marah-marah karena gagal mencetak gol,
Wasit    : “Janganlah engkau marah karena marah adalah batu berapi yang dilemparkan setan ke dalam hati manusia. Orang yang kuat bukanlah dia yang mampu mengalahkan musuh. Namun orang yang kuat adalah dia yang mampu menahan marah ketika dia bisa melampiaskannya. Jika engkau marah, maka berta’awwudz-lah (mengucapkan: ‘Audzubillahi minasy syaithanir rajiim). Dan jika suatu hal yang tidak engkau sukai menimpamu, maka katakanlah, “Qoddarullahu wama sya-a fa-’al (artinya: Allah sudah mentakdirkan segala sesuatu dan Dia berbuat menurut apa yang Dia kehendaki).”
Pemain : “A’udzubillahi minasy syaithanir rajiim (artinya: Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk).Terima kasih, wasit. Sekarang hatiku lebih tenang dan siap untuk mencetak gol!”
Jika ustadz jadi wasit, maka ketika seorang pemain hendak minum,
Wasit    : “Sebutlah nama Allah untuk meminta keberkahan kepada-Nya. Minumlah dengan tangan kanan karena setan minum dengan tangan kiri. Janganlah boros, karena orang yang boros adalah saudara setan. Hendaklah kamu minum dalam keadaan duduk dan pujilah Allah atas nikmat yang telah Dia berikan untukmu.”
Pemain : “Bismillah. Gluk..gluk.. Alhamdulillah. Thanks, sit. Sekarang dahaga gue udah hilang.Gue akan bermain lebih semangat lagi.”
Jika ustadz jadi wasit, maka ketika dua orang pemain bersitegang dan terlibat adu mulut,
Wasit                      : “Tenang, tenang. Janganlah berkelahi. Bukankah mukmin itu bersaudara? Sudah selayaknya bagi seorang muslim jika melakukan suatu kesalahan kepada saudaranya untuk meminta maaf. Dan hendaknya seorang muslim memaafkan kesalahan saudaranya.”
Pemain A             : “Maafkan saya, kawan. Saya tadi tidak sengaja menyikutmu.”
Pemain B             : “Ia, maafkan saya juga. Saya terbawa emosi sehingga saya menghardikmu.”
*Bejabat tangan lalu berpelukan
Wasit                      : “Indah, bukan? Jika suatu ikatan dilandasi syari’at Islam yang begitu mulia.”
Jika ustadz jadi wasit, maka ketika seorang pemain ketahuan melakukan diving dengan sengaja,
Wasit    : “Saudara, janganlah Anda berpura-pura terjatuh untuk mendapatkan keuntungan bagi tim Anda dan merugikan tim lawan. Hal itu tidak lain adalah dusta dan itu tercela. Bermainlah secara sportif, karena itu lebih dekat kepada takwa. Kejujuran adalah jalan menuju surga sedangkan dusta adalah jalan menuju neraka.”
Pemain : “Maafkan saya, sit. Saya berjanji tidak akan mengulanginya kembali.”
Jika ustadz jadi wasit, maka ketika pertandingan telah usai,
Priiit, priiit, priiit
*Peluit tanda pertandingan telah berakhir terdengar
Wasit    : “Terima kasih kepada kedua tim yang telah menunjukkan performa terbaik sebagai seorang muslim dalam permainannya hari ini. Semoga dengan olahraga ini, fisik kita semua semakin bugar. Sehingga kita semakin kuat menjalankan perintah-perintah Allah. Kepada tim yang kalah, diharapkan pekan depan menyetor 5 buah hapalan hadis dari kitab Bulughul Maram karya Al-Hafizh Ibnu Hajar. Dan agar dosa dan kesalahan yang terjadi di dalam pertemuan kita kali ini dihapuskan oleh Allah, maka hendaknya kita membaca doa Kaffaratul Majlis: Subhaanakallaahumma Wabihamdika Asyhadu allaa Ilaaha illa Anta Astaghfiruka wa Atuubu Ilaika.”
28 Dzulhijjah 1432 H / 24 November 2011 M
Sebuah pagi menjelang bermain bola
Di penghujung akhir tahun hijriyah
Penulis : Roni Nuryusmansyah
Artikel   : kristalilmu.com